Kendati begitu, dia mengapresiasi langkah pemerintah yang saat ini terus menggenjot industri pertahanan di Indonesia. Di antaranya PT Pindad dalam memproduksi peluru, senjata, tank, dan lainnya. Walaupun untuk pesawat tempur, Indonesia belum memiliki kemampuan produksi sendiri.
“Saya kira kalau semuanya memang berniat baik dan punya keteguhan hati untuk melakukannya dalam jangka waktu panjang, saya kira tidak susah buat yang seperti itu. Saya bilang teknologi itu paling mudah yang susah itu people sama prosesnya. Ngurusin manusia sama bagaimana kita membangun kerangka untuk bisa memproduksi dengan baik,” imbuh dia.
Sementara itu, Direktur Teknologi dan Industri Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Marsekal Pertama TNI Dedy Laksmono mengatakan, saat ini Kemenhan terus mendorong riset agar mampu memproduksi alutsista. Kemenhan juga memulai dari hal kecil, seperti membuat suku cadang sendiri dari beberapa alutsista yang sudah tidak diproduksi lagi.
Kemenhan juga melakukan kerja sama dan transfer lisensi untuk beberapa alutsista yang dibeli dari luar negeri. Seperti halnya pesawat tempur Rafale dan kapal antiranjau.
“Untuk pesawat Rafale ada kerja sama offset. Jadi kita beli 42 pesawat. Nah dari situ ada beberapa teknologi yang kita dapat dari mereka, termasuk kemampuan pemeliharaan pesawat itu sendiri,” kata Direktur Teknologi dan Industri Kemenhan.
Editor : Agus Warsudi
industri pertahanan bumn industri pertahanan alutsista alutsista TNI alutsista RI pakar itb itb itb bandung
Artikel Terkait