BANDUNG, iNews.id - Komisi Pengawasan Persaingan Usaha Kantor Wilayah (KPPU Kanwil) III yang meliputi Provinsi Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat, mengendus indikasi praktik kartel di industri minyak goreng. Akibat praktik tersebut, terjadi kelangkaan minyak goreng di pasaran.
KPPU Wilayah III mencatat, sejak Oktober 2021 harga minyak goreng di Indonesia mulai naik. Bahkan di Jawa Barat kenaikan harganya mencapai 50 persen. Menyikapi hal tersebut, KPPU Kantor Wilayah III mulai melakukan pengawasan terhadap pergerakan harga minyak goreng dan pasokannya.
Kebijakan terakhir pemerintah untuk menstabilkan harga minyak goreng adalah penyesuaian harga eceran tertinggi (HET) yang mulai berlaku 1 Februari 2022. HET minyak goreng curah Rp11.500 per liter, HET minyak goreng kemasan sederhana Rp13.000 per liter, dan HET minyak goreng pemium Rp14.000 per liter.
"Dari hasil survei KPPU Kanwil III di ritel modern dan pasar tradisional di Jawa Barat, kebijakan tersebut belum efektif. Di ritel modern harga sudah mengikuti HET, namun stoknya sering kosong meskipun jumlah pembelian per konsumen dibatasi untuk menghindari panic buying," kata Kepala KPPU Kanwil III Lina Rosmiati dalam keterangan tertulis, Senin (21/2/2022).
Pasokan minyak goreng yang datang, ujar Lina Rosmiati, tidak menentu. Bahkan terdapat ritel modern yang tidak mendapatkan pasokan selama dua minggu. Hasil survei di pasar tradisional agak sedikit berbeda.
Stok minyak goreng curah, kemasan sederhana, dan kemasan premium tersedia dalam jumlah sangat terbatas, tapi harga di atas HET. Minyak goreng curah dijual rata-rata Rp5.000 per seperempat liter atau Rp20.000 liter. Harga ini mendekati harga minyak goreng kemasan sederhana dan premium.
Dalam melihat permasalahan di suatu industri, KPPU menggunakan pendekatan menganalisis struktur, perilaku, dan kinerja dari industri. Apabila dilihat dari aspek struktur, struktur pasar dan industri minyak goreng di Indonesia cenderung mengarah ke oligopoli (hanya sedikit pelaku usahanya).
Hal ini didasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan KPPU, bahwa terdapat konsentrasi pasar (CR4) sebesar 46,5 persen di industri minyak goreng. Artinya hampir setengah pasar, dikendalikan oleh empat produsen minyak goreng.
"Pelaku usaha besar dalam industri minyak goreng juga terintegrasi dengan perkebunan kelapa sawit, pengolahan CPO hingga menjadi produsen minyak goreng," ujar Lina Rosmiati.
Kepala KPPU Kanwil III menemukan indikasi kenaikan harga minyak goreng yang serempak dilakukan pelaku usaha, sehingga membawa persoalan ini ke ranah penegakan hukum dengan dugaan kartel sejak 26 Januari 2022.
"Hingga saat ini 11 produsen minyak goreng telah memenuhi panggilan KPPU dan empat produsen minyak goreng meminta penjadwalan ulang terkait pemanggilan tersebut," tutur Kepala KPPU Kanwil III.
Editor : Agus Warsudi
kartel kartel minyak goreng kartel pangan minyak goreng minyak goreng langka minyak goreng mahal perusahaan minyak goreng produsen minyak goreng minyak goreng subsidi Timbunan minyak goreng
Artikel Terkait