Klaster usaha Kopi Akar Wangi ini sendiri sudah berkembang menjadi 14 kelompok usaha. Seiring dengan berjalannya waktu, klaster usaha tersebut juga memberikan dampak positif untuk kesejahteraan masyarakat sekitar.
“Alhamdulillah banyak dampak untuk kesejahteraan kelompok. Kalau dulu hanya sedikit, sekarang sudah nambah klaster anggota kelompok. Selain itu juga ada peningkatan ekonomi, kalau dulu kita hanya mengelola 10-50 kg saja, sekarang Alhamdulillah sudah bisa 1-2 kuintal,” tuturnya.
Untuk proses pembuatan Kopi Akar Wangi, menurut Adi hampir sama dengan kopi biasa hanya melibatkan dua) tahapan. Pertama adalah proses pembuatan kopi itu sendiri di mana setelah panen, biji kopi dicuci, dijemur dan dimasukkan ke mesin pulper untuk dipisahkan dari bijinya.
Proses kedua adalah di-roasting dan di-grinder hingga menjadi serbuk. Setelah menjadi serbuk kemudian dicampurkan dengan akar wangi. Sementara itu, pengolahan akar wangi juga dilakukan dengan cara yang hampir sama.
Akar wangi yang panen sekitar 10-12 bulan sekali itu diambil akarnya, lalu dicuci sampai bersih dan dijemur. Setelah itu, proses grinder pun dilakukan untuk menjadikannya serbuk sehingga bisa dicampurkan dengan bubuk kopi. Seluruh proses pembuatan kopi akar wangi ini dilakukan di sebuah greenhouse yang lokasinya berada di dekat desa wisata.
“Lokasi ini memang sengaja kita pilih biar ada pemasukan. Jadi kalau berkunjung ke desa wisata itu bisa juga melihat proses pembuatan kopi akar wangi mulai dari penjemuran, hulu sampai hilir bisa. Buat minuman di desa wisata itu sendiri juga kita diwajibkan menggunakan kopi akar wangi,” ujar Adi.
Editor : Rizqa Leony Putri
Artikel Terkait