SUKABUMI, iNews.id - Sebagian orang harus menjalani masa tuanya dengan serba kekurangan, bahkan hidup sendiri dalam keadaan memprihatinkan. Kondisi seperti inilah yang dirasakan seorang lansia di Sukabumi yang harus mengisi hidupnya penuh dengan keprihatinan.
Bahkan, Abah Ujang Danu (70) harus banting tulang menjadi pencari pasir. Pekerjaan ini terpaksa dilakoninya meski tubuh sudah renta untuk mememuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dia merupakan warga Kampung Papisangan, Desa Pasirdoton, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi.
Sebelum berangkat bekerja, Abah Ujang sapaan akrabnya, menyiapkan keranjang bambu dan cangkul sebagai alat mencari dan mengangkut pasir. Abah pun harus berjalan kaki menyusuri perkampungan dan persawahan setiap hari.
Abah berjalan sambil memikul keranjang bambu dan cangkul menuju sungai kecil yang berjarak 500 meter dari rumahnya guna mencari pasir.
Cukup sulit mencari pasir dalam kondisi kemarau saat ini, karena yang ada di sungai tidak banyak. Abah pun harus beberapa kali turun ke sungai di beberapa lokasi untuk mendulang pasir agar bisa dijual.
Seusai mendapatkan pasir, Abah harus membawanya ke warga yang memesan pasir kepadanya. Sesekali Abah harus istirahat di tengah jalan untuk sekadar meluruskan kakinya.
Kakinya yang sudah renta itu dipaksa bekerja keras mengangkut pasir untuk dijual demi bisa menyambung hidup. Hasil yang didapat pun tak seberapa, dari setiap pasir yang didapatnya, Abah Ujang menjualnya seharga Rp5.000 per keranjang bambunya.
"Dalam sehari Abah hanya mampu mengumpulkan 10 keranjang pasir. Jadi hanya dapat Rp50.000. Hasilnya untuk beli makan," kata Abah Ujang Danu," Jumat (8/4/2022).
Dia mengaku, berpropesi menjadi pencari pasir dilakukannya sejak istrinya meninggal dunia lima tahun lalu. Lansia yang sudah renta ini tak memiliki anak dari pernikahannya tersebut.
Dia terpaksa harus tinggal sendiri di rumahnya yang kecil tanpa adanya listrik. Abah Ujang hanya mengandalkan senter yang dimilikinya sebagai penerangan di malam hari.
Bahkan untuk kebutuhan MCK, Abah pun harus berjalan kaki menuju musala sekadar menumpang mandi dan mencharger senternya. Meski hidup sebatang kara dalam kondisi memprihatinkan, Abah tak pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah.
Dia berharap, agar terus diberikan kesehatan untuk bisa mencari nafkah demi menyambung hidup.
Editor : Asep Supiandi
Artikel Terkait