BANDUNG, iNews.id – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat (Jabar) telah menetapan upah minimum kota/kabupaten (UMK) 2019, Rabu (21/11/2018). Namun nilai besaran itu mendapat reaksi keras para buruh. Sebagian mengaku kecewa dan menilai Gubernur Jabar Ridwan Kamil penakut.
Ketua DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jabar Roy Jinto Ferianto mengungkapkan, buruh kecewa dengan surat keputusan (SK) gubernur soal penetapan UMK 2019 yang masih mengacu pada Peraturan Presiden (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Padahal, semua buruh berharap gubernur mau meninjau dan mengevaluasi penetapan upah tersebut, seperti Provinsi Jawa Timur (Jatim) yang sudah menetapkan kenaikan UMK di 21 kabupatan/kota, di luar PP 78/2015.
"Kami kecewa, karena gubernur Jabar penakut gak berani menetapkan UMK di luar PP 78," ujar Roy saat dihubungi, Rabu (21/11/2018).
Roy mengaku sangat kecewa karena awalnya buruh memberi kesempatan pada gubernur untuk mengevaluasi. Padahal, seharusnya buruh berdemo di saat penetapan UMK. Tapi, hal tersebut tak dilakukan karena memberikan kesempatan pada gubernur.
"Tahunya, hasilnya masih seperti ini. Kalau tahu akan begini harusnya kami tadi turun ke jalan," ujarnya.
Menanggapi keputusan yang mengecewakan tersebut, buruh Jabar akan menyikapi secara hukum dan aksi. Dalam waktu dekat, buruh akan kembali turun ke jalan sambil mendorong UMSK untuk minta dikembalikan menjadi 20 persen.
Saat ditanya tentang Kabupaten Pangandaran yang penetapan UMK-nya di luar PP 78/2015, Roy menilai penetapan itu hanya formalitas saja. Namun, tak berdampak pada buruh yang lain. "Kan Pangandaran ini kabupaten yang baru berusia tiga tahun. Kenapa pengecualian tak diberlakukan ke Banjar yang jelas daerah industri," ucapnya.
Roy mengatakan, Kabupaten Pangandaran merupakan daerah wisata. Seharusnya, UMK yang kenaikannya di luar PP 78 itu diberlakukan pada daerah industri. Dia khawatir, dengan kenaikan UMK Pangandaran menjadi 10 persen justru akan berdampak ke daerah sekitar. Dia menilai hal itu akan menjadi persoalan. Buruh berharap, justru kenaikan di luar PP 78 diberlakukan pada daerah Priangan dan Ciayumanjakuning.
"Penetapan Pangandaran hanya formalitas. Gubernur Jatim lebih berani. Kan kalau konsekuensinya satu berubah, artinya itu mengubah 27 kabupaten/kota," kata Roy seraya mengatakan seharusnya UMK Camis, Garut dan Ciayumanjakuning diperhatikan.
Sementara itu, Ketua DPD LEM SPSI Jabar M Sidarta mengatakan, penetapan UMK 2019 ternyata tidak dimanfaatkan Gubernur Jabar Ridwan Kamil sebagai momen untuk mengupayakan peningkatan upah buruh, sesuai dengan visi misi 100 hari kerja.
"Kecewa berat karena gubernur hanya PHP (Pemberi Harapan Palsu) saja," kata Sidarta.
Terkait kenaikan 10 persen UMK di Kabupaten Pangandaran, Sidarta mengungkapkan hal sama jika itu hanya bentuk formalitas semata. Sebab, kenaikan untuk Pangandaran tidak terlalu berdampak karena jumlah buruh di daerah itu tidak terlalu banyak.
"Padahal kalau berani masih banyak daerah lain yang jumlah upahnya di bawah Rp2 juta," tuturnya.
Editor : Donald Karouw
Artikel Terkait