PURWAKARTA, iNews.id - Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jabar Asep N Mulyana kembali menegaskan, hukuman mati dan kebiri terhadap Herry Wirawan, terdakwa pemerkosa 13 santriwati bukan hanya untuk menimbulkan efek jera. Tetapi, lebih utama adalah untuk melindungi para korban.
Tuntutan hukuman maksimal terhadap predator seks anak itu, kata Kajati Jabar, telah melalui kajian dan sesuai perundangan-undangan. Hukuman itu diatur dalam UU Perlindungan Anak.
"Kami akan tetap fokus terhadap substansi perkara karena tuntutan tersebut telah dipersiapkan dengan matang dan melalui kajian, serta sesuai perundang-undangan yang berlaku," kata Kajati Jabar di Kejaksaan Negeri (Kejari) Purwakarta, Selasa (18/1/2022).
Asep N Mulyana yang merupakan jaksa penuntut umum (JPU) dalam perkara itu, menyatakan, selain itu, Kejati Jabar berencana mendirikan rumah aman bagi korban dengan tujuan agar tidak meninggalkan atau menelantarkan anak-anak yang lahir dari tindak kekerasan seksual yang dilakukan Herry Wirawan. Ruman aman tersebut dibangun di Jatinangor, Sumedang.
"Jadi tuntutan itu bukan hanya menjerakan pelaku, membuat jera pelaku, tetapi melindungi kelangsungan hidup para korban dan anak-anak yang mereka lahirkan," ujar Asep N Mulyana.
Diketahui, tim JPU dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar menuntut hukuman mati dan kebiri bagi Herry Wirawan, terdakwa pemerkosa 13 santriwati di Bandung. Kuasa hukum korban pun majelis hakim menjatuhkan vonis sama dengan tuntutan jaksa.
Tuntutan tersebut dibacakan langsung oleh Kepala Kejati Jabar Asep N Mulayana, di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jalan LLRE. Martadinata, Selasa (11/1/2022).
"Kami pertama menurut terdakwa dengan hukuman mati. Sebagai komitmen kami untuk memberikan efek jera pada pelaku. Kedua, kami juga meminta hakim untuk menyebarkan identitas terdakwa dan hukuman tambahan, kebiri kimia," kata Asep N Mulyana.
Herry dituntut hukuman sesuai dengan Pasal 81 ayat (1), ayat (3) Dan (5) jo Pasal 76.D UU R.I Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama.
Selain hukuman badan, Herry juga dituntut membayar denda Rp500 juta dan restitusi atau ganti rugi untuk korban Rp331 juta. Bahkan, JPU juga meminta majelis hakim membekukan dan membubarkan seluruh pondok pesantren dan yayasan yang dikelola Herry Wirawan.
Kemudian menyita seluruh aset, baik tanah, bangunan, maupun kendaraan milik Herry. Semua aset itu dilelang dan hasilnya diberikan untuk para korban dan anak yang dilahirkan akibat perbuatan keji Herry.
Sementara itu, menanggapi tuntutan jaksa terhadap Herry Wirawan, Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Serikat Petani Pasundan (SPP) Garut Yudi Kurnia, kuasa hukum korban mengatakan, pada prinsipnya keluarga korban mengapresiasi.
"Berarti jaksa sangat-sangat empati terhadap korban dan keluarga korban maupun publik. Saya mengapresiasi tuntutan ini dan itu (hukuman mati dan kebiri) sesuai dengan harapan keluarga," kata Yudi Kurnia kepada wartawan melalui sambungan telepon seusai sidang pada Selasa (11/1/2022).
Yudi menyatakan, kasus Herry ini masuk dalam perkara kejahatan luar biasa. Karena itu, Yudi mewakili keluarga korban sangat berharap hakim mengabulkan semua tuntutan jaksa.
"Ini kan baru tuntutan. Ya nanti mudah-mudahan dari majelis hakim memutus sesuai tuntutan, tidak ada pengurangan atau tidak ada pertimbangan yang dapat mengurangi tuntutan. Ini sudah jelas kejadian (kejadian) luar biasa, tidak ada alasan hukuman dikurangi," ujar Yudi.
Editor : Agus Warsudi
kejati jabar belasan santriwati pemerkosa santriwati pemerkosaan santriwati pencabulan santriwati perkosa santriwati santriwati hukuman mati Hukuman Kebiri
Artikel Terkait