BANDUNG, iNews.id - Beberapa hari terakhir akhir ini ramai soal rapid test antigen wajib dijalani masyakarat yang hendak bepergian saat libur Natal dan Tahun (Nataru). Apa sebenarnya rapid antigen dan bagaimana perbedaan kemampuan dibanding test PCR.
Berikut penjelasan dosen Departemen Patologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran dr Basti Andriyoko Sp.PK (K) tentang rapid test antigen yang relatif mahal, antara Rp105.000 hingga Rp250.000.
Dr Basti Andriyoko Sp.PK (K) mengatakan, tes antigen bertujuan untuk mendiagnosis keberadaan virus pada tubuh sampel. Meski sama-sama mendeteksi keberadaan virus, tes antigen memiliki perbedaan dengan tes Polymerase Chain Reaction atau PCR.
Antara tes antigen dan PCR, kata Basti, memiliki karakteristik tersendiri. Tes PCR akan mencari materi genetik dari virus, yaitu RNA. Karakteristik ini menjadikan sensitivitas atau akurasi tes PCR lebih tinggi ketimbang tes antigen.
Namun, tes PCR tidak bisa membedakan apakah virus tersebut masih hidup atau sudah mati. Karena itu, tes PCR bisa mendeteksi keberadaan virus pada awal target terkonfirmasi positif ataupun sudah dinyatakan sembuh.
Karena itu, banyak orang yang sudah dikarantina lebih dari 2 minggu, tetapi ketika dilakukan swab hasilnya masih positif. Pada kasus ini, bisa saja PCR mendeteksi RNA virus yang telah mati.
Sementara tes antigen hanya mendeteksi keberadaan virus utuh. Tes ini mencari bagian terluar dari virus. Karena mendeteksi virus utuh, antigen akan efektif dilakukan di fase awal atau minggu pertama seseorang terkena Covid-19. "Jika diperiksa, kemungkinan hasil positifnya tinggi," kata Basti dalam keterangan resmi, Kamis (24/12/2020).
Basti mengemukakan, jika dibandingkan, dari segi akurasi, tes PCR tetap lebih baik dibanding tes antigen. Hal ini yang menjadikan tes PCR menjadi gold standar dalam menentukan seseorang tersebut positif Covid-19 atau negatif. “Akurasi PCR bisa sampai 95 persen. Sedangkan antigen ini akan ada miss 10– 15 persen,” ujarnya.
Lantas, mengapa pemerintah mewajibkan tes antigen untuk masyarakat yang akan bepergian? Basti menuturkan, ada beberapa pertimbangan jika dilihat dari sisi keterjangkauan dan efisiensi pengujian.
Menurut Basti, belum semua daerah atau masyarakat bisa mendapatkan akses tes PCR. Pengujian sampel PCR juga belum merata bisa dilakukan di semua laboratorium.
Pengujian sampel PCR memerlukan laboratorium khusus dan fasilitas yang lengkap serta tenaga ahli. “Lab (laboratorium PCR) punya kapasitas maksimal pemeriksaan. Jika banyak, hasilnya bisa keluar 2–3 hari,” tutur Basti.
Sementara, rapid test antigen relatif lebih mudah pemeriksaannya. Pengujian relatif tidak membutuhkan sarana prasarana lengkap walau tetap memerlukan persyaratan yang wajib dipenuhi.
Sampel bisa diuji di tempat terbuka tanpa harus dikerjakan di dalam laboratorium. Hasil dari tes antigen juga terbilang cepat, bergantung pada reagennya. Hal ini yang menjadikan tes ini relatif lebih mudah diakses banyak orang.
Walau terbilang lebih mudah, akademisi tetap menyarankan bahwa tes PCR merupakan upaya terbaik jika dilihat dari tingkat akurasinya. World Health Organization (WHO) memberikan pilihan untuk menetapkan tes antigen jika di suatu wilayah memiliki kesulitan dalam mengakses tes PCR.
“Tes antigen masih lebih baik daripada orang tidak periksa sama sekali terus melakukan perjalanan. Itu yang lebih bahaya,” kata Basti.
Editor : Agus Warsudi
hasil rapid test rapid test rapid test antibodi rapid test antigen Surat Rapid Test libur nataru Unpad Bandung universitas padjadjaran COVID-19 Dampak Covid-19
Artikel Terkait