Perajin tahu dan tempe di Purwakarta memperkecil ukuran tahu untuk menyiasati harga kedelai yang tembus Rp1,1 juta per kwintal. (Foto: MPI/Didin Jalalaludin)

Dengan kenaikan harga kedelai ini, sebelumnya para perajin harus memutar otak dengan memperkecil ukuran tahu dan tempe. Hal ini harus dilakukan meski berisiko pada pasar, seperti kehilangan konsumen. Begitu juga, jika harganya dinaikan tahu dan tempe bisa kehilangan pasar.

"Ukuran yang diperkecil juga menyebabkan tahu dan tempe mudah hancur. Jika sudah hancur, masyarakat jelas tidak mau beli," ucapnya.

Dihubungi terpisah, Kepala Dinas Koperasi, UMKM, Perdagangan dan Perindustrian Purwakarta Karliati Djuanda mengatakan, persoalan kenaikan harga kedelai ini tengah dibahas dan sudah dirapatkan di tingkat Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat. Dia masih menunggu arahan pemprov terkait persoalan tersebut. Sebab diakui atau tidak, UMKM kerajinan tahu dan tempe menjadi salah satu bagian penunjang ekonomi masyarakat.

"Kalau soal pengendalian harga kedelai ini sebetulnya ranah Dinas Pertanian karena ada bidang ketahanan pangan dan kerawanan pangan. Kami lebih pada UMKM-nya, ya. Kami harap persoalan ini segera ditemukan solusi sehingga tidak berdampak negatif pada keberadaan UMKM tempe dan tahu di Purwakarta," katanya.

Saat ini diakuinya, perajin tempe dan tahu memang mengandalkan kedelai impor lantaran stok lokal masih terbatas. Bahkan harga kedelai impor juga dianggap lebih stabil.

"Saat ini saja di Purwakarta luas tanam kedelai masih minim, yakni di bawah 500 hektare. Itu pun mereka lebih memilih memanen kedelai muda sebagai kacang rebus, dibanding dijual untuk bahan baku tempe atau tahu," tuturnya.


Editor : Donald Karouw

Sebelumnya
Halaman :
1 2

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network