Kawasan Alun-alun Lembang, KBB, dipersiapkan menjadi pusat kota ketika rencana pemekaran Kota Lembang terealisasi. Foto/SINDOnews/Adi Haryanto

BANDUNG BARAT, iNews.id - Forum Koordinasi Desain Penataan Daerah (Forkodetada) menyambut baik rencana pemekaran sembilan daerah otonomi baru (DOB) di Jawa Barat termasuk Kota Lembang. Pemekaran diharapkan dapat lebih mendekatkan pelayanan kepada masyarakat.

Wakil Ketua 1 Forum Koordinasi Desain Penataan Daerah (Forkodetada) Calon DOB Kota Lembang Kusna Sunardi mengatakan, Gubernur Jabar Ridwan Kamil menginginkan di Jabar ada 40 kabupaten/kota.

Pembentukan DOB salah satunya Kota Lembang, kata Kusna, sesuai visi Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Sebab, dibandingkan provinsi lain seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur, Provinsi Jabar memiliki kabupaten/kota paling sedikit yakni hanya 27.

Sementara Jawa Timur punya 29 kabupaten dan 9 kota dan Jawa Tengah terdiri dari 29 kabupaten dan 6 kota.

"Kami setuju dan mendorong pemekaran Kota Lembang. Dari sembilan CDOB, lima di antaranya sudah menyelesaikan dokumen kepentingan pemekaran, termasuk Kota Lembang. Ini mencerminkan Forkodetada CDOB Kota Lembang serius," kata Kusna, Rabu (4/11/2020).

Proses pemekaran Kota Lembang, ujar dia, masih panjang. Sebab, idealnya sebelum Kota Lembang terbentuk, harus ada pemekaran Kecamatan Lembang. Sehingga ketika menjadi kota, bisa mencakup Kecamatan Parongpong, Cisarua, Lembang, dan kecamatan baru yang dimekarkan dari Kecamatan Lembang.

Selain itu, melakukan sosialisasi ke desa-desa yang menjadi cakupan daerah dan persetujuan dari kabupaten induk, yakni Kabupaten Bandung Barat (KBB). Namun dengan dorongan ke pemerintah pusat melalui Pemprov Jabar, bisa terjadi percepatan dalam realisasi pemekaran.

"Dengan empat kecamatan, saya rasa Kota Lembang sudah cukup atau meminta Cimeyan, Kabupaten Bandung, juga sangat memungkinkan," ujar dia.

Sementara itu, Kepala Desa Suntenjaya Asep Wahyono menilai ada dampak positif dan negatif rencana pemekaran Kota Lembang dari KBB. Positifnya, masyarakat jadi lebih terperhatikan dan akses ke pemerintah lebih dekat.

Negatifnya, karena berstatus kota, kata Asep, desa berubah jadi kelurahan. Sehingga, tradisi pemilihan kepala desa (pilkades) jadi hilang dan kehidupan tradisional desa bisa tergerus urbanisasi.

"Suntenjaya ini kan daerah perbatasan yang warganya masih kental nuansa perdesaan. Jangan sampai karena jadi kota, budaya gotong royong hilang, mesti ada pengecualian. Misalnya Suntenjaya jadi kota agrowisata jangan sampai jadi kawasan industri, karena kulturnya ga akan nyambung," kata Asep.


Editor : Agus Warsudi

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network