MAJALENGKA, iNews.id - Di Kabupaten Majalengka terdapat festival unik bernama Kawin Batu. Kegiatan seni dan budaya itu digelar oleh Padepokan Kirik Nguyuh sejak 2017 sampai saat ini.
Dikutip dari disparbud.majalengkakab.go.id, Festival Kawin Batu adalah sebuah gerakan budaya yang mengedepankan semangat persaudaraan, kekeluargaan, menyatukan keberagaman, dan pemikiran.
Semua itu berlandaskan kepada keharmonisan antara manusia dengan manusia, manusia dengan lingkungan, dan manusia dengan pencipta, Tuhan Yang Maha Esa.
Kawin batu digelar setiap Desember. Festival ini digagas oleh Padepokan Kirik Nguyuh dan masyarakat Girimukti. Kegiatan diisi dengan tradisi dan ritual dikemas kekinian, pementasan musik, dan hajat masyarakat.
Masyarakat lokal berkumpul. Pasangan batu datang ke hajat, memberi selamat sambil menumbuk sambal terasi. Ini hanyalah perkawinan sederhana yang berharap diberikan berkah dan dukungan agar tetap langgeng bersama teman dan kawan seperjuangan.
Bhineka Watu Tunggal Ika
Belum lama ini, Festival Kawin Batu berlangsung di Desa Padahanteun, Kecamatan Sukahaji, Kabupaten Majalengka, Minggu (11/12/2022).
Festival Kawin Batu mengusung semboyan Bhineka Watu Tunggal Ika. Ada alasan kuat penggiat seni budaya Padepokan Kirik Ngusuh mengusung istilah Bhineka Watu Tunggal Ika.
Watu dalam bahasa Indonesia memiliki arti Batu. Bhineka berarti beraneka ragam atau berbeda-beda. Sedangkan tunggal ika berarti satu juga.
"Kawin batu adalah festival kebersamaan. Intinya adalah gotong royong dengan semangat Bhineka Watu Tunggal Ika, berbeda-beda watu tapi satu jua dengan membawa gerakan ekologi,” Direktur Padepokan Kirik Nguyuh Hendra Wahid di sela acara Festival Kawin Batu.
“Jadi Kawin Batu adalah gerakan bersama yang tumbuh dari masyarakat bawah yang dimulai dari tahun 2017," ujar Hendra Wahid.
Penggunaan kata kawin dalam festival itu, tutur dia, tidak lepas dari gerakan yang selama ini dilakukan oleh komunitas, yakni, kolaborasi, kebersamaan, dan ikatan kuat.
"Ikatan paling luhur sebagai manusia adalah perkawinan. Batu adalah media. Kerasnya batu adalah pemikiran. Jadi (kawin batu bisa diartikan) perkawinan pemikiran, hati, jiwa, dan raga. Lebih kepada perkawinan ideologi. Makanya kita membawa nama kawin batu," tutur dia.
Berangkat dari situ, kata Hendra Wahid, muncul lah istilah penggunaan Bhineka Watu Tunggal Ika. Dengan kerasnya pemikiran dari berbagai pihak yang menjalin kerja sama, diharapkan akan muncul kebersamaan yang kuat.
"Kami ingin bersama-sama merayakan kebersamaan dan juga sebagai wujud nyata mewujudkan sila ke tiga yaitu Persatuan Indonesia. Menjalin hubungan baik manusia dengan manusia, manusia dengan alam, dan manusia dengan Tuhannya," ucap Hendra Wahid.
Daya Tarik Wisata Majalengka
Biasanya, Festival Kawin Batu dihelat di Desa Girimukti, Kecamatan Kasokandel, Kabupaten Majalengka, tempat Sekretariat Padepokan Kirik Nguyuh. Namun, pada tahun ini, Festival Kawin Batu dihelat di Desa Padahanteun.
"Ada semangat dan kegelisahan yang sama antara kami dengan teman-teman di sini, termasuk pemerintah desa. Ke depan, Kawin Batu mungkin digelar di tempat berbeda lagi," kata Baron selaku penggagas Padepokan Kirik Nguyuh.
Sementara itu, Wakil Bupati Majalengka Tarsono D Mardiana mengatakan, Kawin Batu merupakan salah satu contoh kolaborasi yang selama ini kerap dilaksanakan komunitas.
"Berkolaborasi dengan agenda budaya di Padahanteun. Ini lah yang ingin kami capai dalam membangun budaya di Majalengka. Ini kolaborasi yang baik antara seniman dengan pemerintah. Muncul juga ekonomi kreatif," kata Tasono D Mardiana.
Sesuai namanya, di lokasi pameran terlihat hiasan batu ditata di beberapa titik lokasi. Selain itu, ada juga teatrikal warga yang mengumpulkan batu dalam satu tempat.
Selain itu, ada juga penampilan musik gamelan. Berbeda dengan gamelan lain, gamelan yang digunakan pada festival itu yakni gamelan batu, yang diberi nama Gamelan suara Watu.
Tasono D Mardiana menyatakan, dalam festival, masyarakat Desa Padahenteun membawa dua batu berjalan diiringi musik dari Desa Padahenteun ke Situ Seseupan, membaca doa, pementasan musik, dan menampilkan aneka ragam sajian makanan hasil bumi, dan olahan kreasi ibu-ibu PKK.
Hajat kawin batu dan guar bumi tahun ini bertema "Padahanteun Sampar Samak Ngaguar Situ Seseupan". Maknanya, batu yang dikawinkan itu dipercaya masyarakat Desa Padahanteun dapat menggabungkan hubungan atau tali persaudaraan yang sempat terpecah.
Wabup Majalengka mengapresiasi kegiatan pelestarian kebudayaan kawin batu yang berkolaborasi dengan acara adat guar bumi masyarakat Padahanten bekerja sama dengan Padepokan Kirik Nguyuh.
Festival Kawin Batu merupakan ajakan agar warga kembali rukun meski masing-masing memiliki ideologi berbeda. Batu menggambarkan bahwa di balik kerasnya, juga mengalami banyak hal sebelum memadat dan kokoh jadi batu.
“Saya berharap kegiatan ini (Festival Kawin Batu) akan menjadi daya tarik bagi wisata, baik lokal ataupun mancanegara dan berharap kawin batu dapat diakui oleh Pemerintah Pusat sebagai sebagai salah satu kebudayaan yang ada di Kabupaten Majalengka.
Editor : Agus Warsudi