MAJALENGKA, iNews.id - Di tengah maraknya investasi di Kabupaten Majalengka, ternyata menyisakan masalah pertanahan. Hal tersebut di antaranya adanya konflik klaim kepemilikan.
Anggota DPRD Jawa Barat Pepep Saepul Hidayat mengatakan, dari pengalamannya saat menjadi anggota DPRD Majalengka, tercatat banyak lahan yang memiliki potensi masalah di kemudian hari.
Untuk menghindari permasalahan yang lebih besar, Pepep mengatakan perlu ketegasan dari pemerintah untuk segera menyelesaikan permasalah itu.
"Sangat banyak tanah-tanah yang berpotensi bermasalah di Majalengka. Itu harus diselesaikan. Saya 10 tahun di Komisi I (DPRD Majalengka), jadi tahu persis data masalah lahan di Majalengka," kata Pepep menanggapi curhatan warga saat reses di Majalengka, Jumat (17/2/2023).
Salah satu permasalahan lahan yang sampai saat ini terjadi yakni di Kampung Wates, Desa Jatisura, Kecamatan Jatiwangi. Permasalahan lahan di daerah itu kembali menghangat seiring dengan adanya rencana perluasan wilayah pertahanan keamanan (Hankam).
Sebagai respons atas rencana itu, warga di kampung Wates yang menamakan diri Forum Rakyat Dulur Kampung Wates (Fardu Rawat) sudah melayangkan surat penolakan yang diajukan ke beberapa pihak.
"Menolak usulan kawasan Hankam seluas 1,05 hektare di Dusun Wates, dan meminta Pemkab Majalengka tidak menerima atau mengesahkan usulan tersebut dalam Perda tentang Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Majalengka Tahun 2023-2043," kata Ketua Fardu Rawat Iing Solihin.
Penolakan itu lantaran warga sudah tinggal secara turun temurun di daerah tersebut. Jika rencana perluasan wilayah Hankam itu terealisasi, akan ada banyak warga yang terdampak.
"Wilayah itu merupakan permukiman warga yang telah menduduki tanah tersebut secara turun temurun. Warga kampung Wates beserta dengan Pemerintah Desa Jatisura tengah mengembangkan kampung sebagai kawasan Budaya dengan berbagai program yang telah dilaksanakan selama satu dekade terakhir seperti Festival budaya tahunan Gotong Rumah, Ritual Supranatural Farming, Tahlil akbar, dan Pasar Budaya Wakare," ujar dia.
Permasalahan tanah juga terjadi antara warga dengan pihak swasta dalam hal ini pengembang perumahan. Baru-baru ini, salah satu warga Desa Beusi, Kecamatan Ligung Ucu melakukan protes dengan cara memasang 'portal' dari kayu di jalan akses menuju perumahan.
Editor : Asep Supiandi
Artikel Terkait