Kisah legenda Ciung Wanara, Raja Kerajaan Galuh. (Foto: ist)

Janji itu terwujud karena ayam sang raja dikalahkan ayam milik Ciung Wanara yang meski berukuran kecil namun jauh lebih kuat. Ciung Wanara kemudian menjadi raja di daerah yang diserahkan Prabu Barma Wijaya.

Saat itu dia pun mendengar cerita Uwa Batara Lengser. Dia saat itu disingkirkan dari istana beserta ibunya oleh Prabu Barma Wijaya dan Dewi Pangrenyep.

Merasa sakit hati kemudian dia melancarkan balas dendam kepada keduanya dan berhasil memenjarakan Dewi Pangrenyep. Namun, putra dari Dewi Pangrenyep, Hariang Banga tidak terima atas penangkapan ibunya oleh Ciung Wanara yang notabenenya sang adik.

Dia kemudian menyusun rencana penyerangan untuk membebaskan ibunya dengan mengumpulkan banyak tentara guna berperang melawan Ciung Wanara dan para pengikutnya sehingga pertarungan kakak adik antara Hariang Banga dan Ciung Wanara tidak terelakan.

Olah kanuragan dan kesaktian seimbang yang dimiliki keduanya membuat pertarungan tidak ada yang menang. Kemudian munculah Raja Prabu Permana Di Kusumah yang tak lain ayah keduanya didampingi Ratu Dewi Naganingrum yang meminta agar pertarungan dihentikan.

Raja mengatakan, pamali (tabu) antara adik dan kakak bertarung. Lalu keduanya berhenti dan Raja Prabu Permana Di Kusumah memutuskan Ciung Wanara memerintah di Galuh sedangkan di negara baru sebelah timur Sungai Brebes atau menjadi Sungai Pamali.

Sejak itu, nama sungai tersebut dikenal sebagai Cipamali (Bahasa Sunda) atau Kali Pemali (Bahasa Jawa) yang berarti Sungai Pamali. Hariang Banga lalu pindah ke timur dan dikenal sebagai Jaka Susuruh.

Dia mendirikan kerajaan Jawa dan pengikutnya yang setia menjadi nenek moyang orang Jawa. Sementara Ciung Wanara memerintah Kerajaan Galuh dengan adil, rakyatnya orang sunda.

Pada saat itu Kerajaan Galuh yang kemudian bernama Pakuan Pajajaran menjadi makmur seperti saat diperintah pada zaman Prabu Permana Di Kusumah. Jejak peninggalan Kerajaan Galuh di Situs Karang Kamulyan di Desa Karang Kamulyan, Kecamatan Cijeungjing, Kabupaten Ciamis, masih bisa terlihat.

Seperti Batu Pangcakilan bekas singgasana dan tempat bermusyawarah raja, penyabungan alam, sanghyang bedil, lambang peribadatan, sumber air cteguh dan cirahayu. Kemudian ada Makam Adipati Panaekan, Pamangkonan, batu panyadaan, patimunan, serta leuwi sipatahunan tempat bayi ciung wanara di buang di Sungai Citanduy.


Editor : Donald Karouw

Sebelumnya
Halaman :
1 2 3

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network