Uang tersebut, lanjut Anom, sempat diterima Junaedi dan dipakai untuk mengurus akad pernikahan ke Kantor Urusan Agama (KUA) di Kota Bandung. Namun, pihak KUA menolak dengan alasan korban masih di bawah umur, sehingga korban dan pelaku tak bisa dinikahkan.
Singkat cerita, pihak pengurus yayasan kemudian kembali bertemu dengan Junaedi di Polres Subang. Di sana, kata Anom, diduga telah terjadi pemaksaan kepada Junaedi agar mendatangani sejumlah dokumen yang disiapkan para terduga pelaku. Merasa terdesak dan karena ketidaktahuannya, Junaedi lantas menandatangani dokumen itu.
Setelah ditelisik, dokumen tersebut ternyata berisi keterangan yang menyebutkan korban lahir di tahun 1993. Padahal, faktanya, korban lahir tahun 1997. Pemalsuan tanggal lahir korban diduga dilakukan untuk memberi kesan kepada penyidik bahwa korban sudah berusia 18 tahun dan sudah menikah, sehingga terbit surat penghentian penyidikan dari polisi atau SP3.
"Korban didesak untuk mendatangani dokumen, beliau (Junaedi) sempat menolak beberapa kali," katanya.
Editor : Asep Supiandi
Artikel Terkait