BANDUNG, iNews.id - Pandemi Covid-19 memaksa semua orang untuk bertahan hidup di tengah kondisi serba sulit. Asalkan halal, apapun dikerjakan agar menghasilkan uang dan tetap bisa makan.
Hal itu pulalah yang dilakukan Cucu Nia, seorang janda empat anak asal Kabupaten Sumedang. Bersama dua anaknya yang masih kecil, setiap hari Cucu kini berkeliling Kota Bandung untuk mencari barang rongsokan demi bertahan hidup.
Cucu Nia terpaksa menjadi pemulung terpaksa dia lakukan setelah pekerjaan sebelumnya sebagai penjual kopi di kawasan Alun-alun Kota Bandung ditinggalkan akibat terdampak Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Cerita pilu Cucu dan kedua anaknya itu terungkap setelah anggota DPR Dedi Mulyadi menemui Cucu dan kedua anaknya sedang mencari rongsokan di seputaran Kota Bandung.
Momen pertemuan ini kemudian dibagikan Dedi Mulyadi melalui akun Youtube, Dedi Mulyadi Channel. "Awalnya saya jualan kopi di alun-alun (Alun-alun Kota Bandung) pak. Biasanya sampai jam 5 subuh. Tapi (karena PPKM) kan sekarang tutup (dilarang berjualan)," kata Cucu.
Cucu mengaku, setiap hari kerap mendapatkan uang sekitar Rp20.000 dari profesi barunya sebagai pemulung. Dengan penghasilan yang minim itu, Cucu pun hanya bisa menutupi kebutuhan makan dia dan empat anaknya.
Jika ada sisa ditabung untuk membayar kontrakan seharga Rp400.000 per bulan."Kalau kontrakan (rumah) mah belum kebayar pak. Sebulan Rp400.000," ujar Cucu.
Tidak hanya itu, akibat kesulitan biaya, Cucu pun menuturkan, keempat anaknya kini tidak bersekolah. Cucu berharap, dengan kondisi yang lebih baik nanti, anak-anaknya bisa kembali bersekolah.
Cucu yang berasal dari Dusun Pasar, Desa Sukaratu, Kecamatan Darmaraja, Kabupaten Sumedang itu telah lama bercerai dengan suaminya dan memutuskan mengadu nasib di Kota Bandung, setelah rumahnya di Sumedang tergusur akibat pembangunan Waduk Jatigede.
"Awalnya saya sama anak yang gede pindah ke Bandung. Setelah kakeknya di Sumedang meninggal, semua anak ikut saya. Jadi, di kontrakan saya tinggal sama empat anak. Mantan suami sudah menikah lagi di Bogor. Dia (mantan suami) enggak pernah nengok. Apalagi kasih uang buat anak," ujarnya.
Cucu sebenarnya telah mengantongi Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). Namun, hingga saat ini, bantuan dari pemerintah tak kunjung datang ke rekening kartunya. "Dari awal ada bantuan saya belum pernah dapat. Padahal semua kartunya (penerima bantuan) ada. Saya cek saldonya kosong Rp 0 terus," tutur Nia.
Mendengar cerita pilu tersebut, Dedi pun menyarankan agar Cucu dan keluarganya pulang ke Sumedang. Namun, Cucu mengaku kini tak punya rumah di Sumedang karena tergusur proyek Waduk Jatigede. "Kan sudah gak punya rumah pak, kena (tergusur) Bendungan Jatigede. Keluarga pun tidak ada," ucapnya.
Dalam pertemuan itu, Dedi pun berusaha menyemangati Cucu dan anak-anaknya. Bahkan, sesekali Dedi menghibur Cucu yang berstatus janda itu.
Setelah beberapa lama berbincang dengan Cucu dan kedua anaknya, Dedi kemudian memberikan amplop berisi uang yang bisa digunakan Cucu untuk membayar kontrakan rumahnya dan biaya hidup bersama keempat anaknya.
"Ibu, ini saya nitip ya, buat nanti, buat bayar kontrakan. Jangan lupa anak-anaknya sekolah ya.Ssaya pamit ya bu," kata Dedi sambil menyerahkan amplop berisi uang yang disambut ucapan terima kasih dari Cucu.
Dedi berharap, perjumpaannya dengan Cucu dan kedua anaknya itu dapat menyelesaikan kesulitan yang kini tengah mereka hadapi.
Editor : Agus Warsudi
pemulung bocah pemulung pemulung sampah pemulung manfaatkan sampah kota bandung dedi mulyadi dampak pandemi covid-19 pandemi covid pandemi Covid-19 dampak PPKM
Artikel Terkait