BANDUNG, iNews.id - Buruh di Jawa Barat menuntut Pemprov Jabar menaikkan upah minimum provinsi (UMP) sebesar 8 persen sebagai acuan bagi pemerintah kota/kabupaten menetapkan upah minimum kota/kabupaten (UMK) 2021. Namun Pemprov Jabar telah memutuskan upah minimum provinsi (UMP) Jabar 2021 tidak naik atau sama dengan UMP Jabar 2020 sebesar Rp1.810.351,36.
Desakan tersebut disuarakan buruh dan pekerja di Jabar melalui aksi unjuk rasa di depan Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, bertepatan dengan rapat pleno penentuan UMP Jabar tahun 2021 yang dilaksanakan Dewan Pengupahan Provinsi Jabar, Selasa (27/10/2020) lalu.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jabar Rachmat Taufik Garsadi menanggapi desakan buruh tersebut. Dia mengatakan, Disnakertrans Jabar pun sebenarnya menginginkan UMP Jabar 2021 naik.
Disparitas upah di Provinsi Jabar, kata Taufik, sangat tinggi. Dia mencontohkan, di Kabupaten Karawang, UMK mencapai Rp4,6 juta, tertinggi di Indonesia. Namun, di daerah lain, seperti Pangandaran, Kota Banjar, dan Ciamis di kisaran 1,8 juta yang menjadi UMK terendah di Indonesia.
"Disparitas ini sangat tinggi. Itu warisan dulu lah, 2011-2016 sebelum keluar PP (Peraturan Pemerintah) Nomor 78. Nah, kami ingin menaikkan, tapi apa dasar (hukum)-nya?" kata Taufik sesuai konferensi pers di Gedung Sate, Kota Bandung, Sabtu (31/10/2020).
Taufik mengemukakan, keputusan tidak menaikkan UMP Jabar 2021 didasari dua alasan yang mengacu kepada PP Nomor 78 Tahun 2015. Pertama, lima tahun setelah ditetapkan PP tersebut, harus ada pengesahan aturan terkait kebutuhan hidup layak (KHL).
Aturan terkait KHL ini terdapat dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2020 dimana Dewan Pengupahan Provinsi harus segera menetapkan KHL berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Oktober 2020 ini. "Namun, sampai tanggal 27 (Oktober) rapat dewan pengupahan, data ini belum dirilis," ujar dia.
Alasan kedua, PP Nomor 78 Tahun 2015 juta mengatur tentang formulasi penetapan UMP, yakni UMP tahun berjalan dikalikan penambahan inflasi dan laju pertumbuhan ekonomi. "Nah, sampai saat ini kami belum menerima rilis data inflasi untuk triwulan ketiga dari BPS," tutur Taufik.
Menurut dia, jika UMP Jabar 2021 dipaksakan naik, bertentangan dengan aturan dalam PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Imbasnya, masyarakat Jabar bakal terkena sanksi.
"Kita gak punya dasar hukum untuk menaikkan UMP. Jika dilanggar, Gubernur (Jabar) bakal kena sanksi. Bukan hanya Gubernur, tapi juga masyarakat Jabar," kata dia.
Karena itu, Taufik meminta masyarakat, khususnya kaum buruh memahami keputusan yang diambil Pemprov Jabar demi kondusivitas dunia usaha di Jabar, khususnya di masa pandemi Covid-19 saat ini.
"Yang juga kami khawatirkan, jika UMP (2021) kita naikkan tanpa dasar hukum, bakal banyak perusahaan yang hengkang dari Jabar. Ujung-ujungnya, pengangguran bakal bertambah banyak," ujar Taufik.
Taufik menuturkan, semua pihak harus memahami bahwa UMP hanyalah batas bawah penetapan UMK yang direkomendasikan Pemprov Jabar. UMP menjadi acuan batas bawah UMK yang bakal ditetapkan oleh pemerintah kabupaten/kota.
"Perlu diingat bahwa UMP ini bukan operasional dan hanya berlaku bagi pekerja dengan masa kerja kurang dari satu tahun. Ini yang banyak tidak disadari. Jika pekerja punya masa kerja lebih lama, tentu besaran upahnya pun lebih tinggi," tutur Kadisnakertrans Jabar.
Sebelumnya, Ketua Umum Pimpinan Pusat FSP TSK SPSI Roy Jinto Ferianto dalam aksi unjuk rasa di depan Gedung Sate, Selasa (27/10/2020) lalu mengatakan, pandemi Covid-19 dijadikan alasan pemerintah tidak menaikkan upah, tak masuk akal.
"Ini sejarah di negeri ini, ada menteri bilang upah tidak naik. Semua negara kena pandemi, Covid bukan alasan untuk tidak menaikan upah," kata Roy.
Roy mengemukakan, buruh di Jabar menolak UMP 2021 yang diputuskan tidak naik atau sama dengan UMP 2020 karena alasan pandemi Covid-19. Buruh juga mendesak Gubernur Jabar Ridwan Kamil untuk menaikkan UMP Jabar 2021 minimal 8 persen.
"Hai Pak Gubernur, UMP bukan tanggung jawab Presiden, bukan tanggung jawab menteri. Makanya, kami minta kepada Gubernur Jabar menaikan upah minimum minimal 8 persen seperti tahun lalu," ujar dia.
Editor : Agus Warsudi
Artikel Terkait