Dari hasil survei itu, diketahui bahwa iklim menjadi 'musuh' bagi para petani budidaya jamur tiram. "Survei ke lima petani jamur tiram. Ternyata masalahnya ada pada iklim, suhu, kelemaban, dan intensitas cahaya. Itu yang jadi kendala para petani jamur yang ditemukan tim di lapangan," ujarnya.
Berbekal masalah itu, tutur Dede, tim memutuskan membuat sebuah alat untuk bisa mengatasi persoalan iklim tersebut. Setelah melalui proses cukup panjang, tim dengan pendampingan dari tenaga pengajar, akhirnya bisa menghadirkan sebuah karya digital yang bisa mengatasi permasalahan petani jamur.
"Akhirnya lahirlah karya (yang dineri nama) Mustech, yang bisa mengontrol Iklim untuk membantu para petani. Dengan Mustech ini, petani juga bisa sambil mengerjakan aktivitas lain, dalam waktu bersamaan. Karena Mustech ini kan sistem teknologi. Setelah diatur, kami bisa kerjakan yang lain," tutur Dede.
"Kami sudah uji cobakan. Alhamdulillah hasil panen jamur bisa 80 persen. Adapun cara konvensional, rata-rata di bawah angka 80 persen," ucapnya.
Salah satu anggota tim, Yuli mengatakan, senang karya dari tim bisa diapresiasi oleh dewan juri hingga akhirnya menjadi juara 1. Startup, jadi motivasi Yuli bersama teman-temannya mengikuti ajang tersebut.
Terkait karya, Yuli mengaku, selain dari guru, mereka juga mendapat pendampingan dari pihak penyelenggara. Kendati dilakukan secara daring, lantaran masih pandemi Covid-19, tetapi bagi dia dan kawan-kawan pendampingan itu cukup membantu.
"Enam bulan ada pelatihan lewat zoom meting, ada materi-materi dari pihak mentori sampai (babak) 20 besar. Setelah 20 besar, masuk lima besar, tidak ada lagi mentoring dari sana. Hanya dari guru di sini," ujarnya.
Editor : Agus Warsudi
Artikel Terkait