BANDUNG BARAT, iNews.id - Tanjakan Spongebob di Kampung Bukanagara, Desa Pagerwangi, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB) masih hangat dibicarakan. Bukan karena namanya yang berasal dari serial kartun yang jenaka, namun dikarenakan memiliki tingkat kemiringan yang cukup ekstrem.
Tanjakan yang menjadi jalan pintas dari kawasan wisata Lembang menuju Kota Bandung ataupun sebaliknya itu viral karena serangkaian insiden melibatkan kendaraan roda dua dan roda empat yang terekam kamera warga hingga viral di media sosial. Ada yang mundur lagi bahkan sampai terjadi kecelakaan karena tak kuat menanjak.
Setelah ditelisik, keberadaan Tanjakan SpongeBob tak terlepas dari peran warga lokal bernama Emak Rasih. Awalnya, tanjakan tersebut hanyala jalan setapak yang hanya muat untuk sepeda motor. Hingga akhirnya Emak Rasih dengan sukarela mewakafkan tanahnya untuk pelebaran jalan sekitar 20-30 tahun yang lalu.
"Dulu jalan ini hanya jalan setapak, kemudian warga ingin ada akses ke kantor desa. Nah akhirnya nenek saya (Emak Rasih) mewakafkan tanahnya sebagian untuk jalan ini," ujar Sayogi (37), cucu Emak Rasih, belum lama ini.
Menurut Sayogi, neneknya itu dulu memiliki tanah sekitar 100 tumbak atau 1.400 meter persegi di Kampung Bukanagara. Dulunya jalan tersebut merupakan perkebunan. Namun dia tak mengetahui total tanah yang diwakafkan untuk jalan. Sayogi hanya ingat lebarnya saja yakni 2,5 meter.
"Jadi awalnya minta 1 meter, yang kedua minta 1 meter lagi, terakhir minta 0,5 meter. Itu sesuai kesepakatan dengan warga dan sesepuh kampung di sini," ujar Sayogi.
Di balik viralnya Tanjakan SpongeBob, ada yang masih mengganjal bagi keluarga penerus Emak Rasih. Mereka masih harus membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga saat ini, padahal tanah untuk jalan dan sudah diwakafkan.
Permasalahan itu baru diketahui keluarga sekitar dua tahun lalu. Keluarga tak tahu bagaimana nasib sertifikat tanah tersebut.
"Jadi dari awal itu, kita nggak tahu kalau sertifikatnya masih satu, ikut ke induknya. Belum ada pemisahan sertifikat tanah, ini buat jalan, ini yang sudah dibeli, ini yang punya keluarga saya. Jadi masih satu, atas nama Emak Rasih," kata Sayogi.
Penerus Emak Rasih pun harus menanggung seluruh biaya PBB secara utuh selama puluhan tahun meski sebagian sudah diwakafkan untuk jalan. Hal itu membuat keluarga merasa keberatan dan minta segera ada penyelesaiannya.
"Jadi kita juga baru tahu, kenapa tanah keluarga yang sisa 80 tumbak, tapi bayar PBB lumayan mahal, sekitar Rp500.000 per tahunnya. Ternyata, kita itu bayar PBB tanah utuh, jadi 100 tumbak. Jadi jalan sama tanah yang sudah dijual itu masih kita yang bayar," kata Sayogi.
Sayogi pernah mendatangi Kantor Desa Pagerwangi untuk mengurus masalah tersebut. Namun sampai saat ini belum ada penyelesaiannya. Pihak keluarga berharap aset itu bisa dipisahkan sehingga tidak menanggung PBB Tanjakan SpongeBob.
Editor : Asep Supiandi
Artikel Terkait