BANDUNG, iNews.id - Mitos Suku Sunda sudah ada sejak dahulu, baik dalam bentuk ucapan atau perilaku. Mitos yang berkembang pesat di tengah masyarakat tersebut berupa larangan, tabu atau pamali.
Motos ini erat kaitannya dengan prinsip orang Sunda pada umumnya, yaitu tarapti (tertib), siloka (tidak membuat orang tersinggung), someah (berperilaku sopan terhadap orang lain) dan handap asor (merendah).
Meskipun sebagian ada yang berpendapat bahwa pamali hanyalah mitos belaka untuk menakut-nakuti anak agar nurut terhadap orang tua. Namun jika ditelisik lebih dalam sebenarnya pamali bertujuan untuk kebaikan yang ada hubungannya dengan sebab akibat.
Berikut mitos Suku Sunda yang dirangkum iNews.id dari berbagai sumber.
Mitos Suku Sunda
1. Potong Kuku Malam Hari
Mitos Suku Sunda yang pertama yaitu dilarang untuk memotong kuku malam hari (ulah neukteukan kuku ti peuting), sebab nanti akan ada yang sakit atau meninggal.
Perlu kita perhatikan bahwa pamali muncul saat itu kala daerah-daerah Sunda masih memiliki keterbatasan fasilitas, misalnya penerangan yang tidak merata dan seadanya.
Dilihat dari segi keamanan, pamali ini muncul untuk menghindari tangan atau kaki terluka saat memotong kuku. Jadi memotong kuku sebaiknya dilakukan siang hari saat langit terang dan pandangan tidak terbatas. Di masa ini, memotong kuku malam hari bisa dilakukan malam hari asal penerangannya cukup sehingga aman bagi jari tangan dan kaki.
2. Keluar rumah menjelang Magrib
Mitos Suku Sunda yang kedua ini bermakna jangan keluar rumah saat petang menjelang, nanti diculik setan. Pasti familiar dengan ucapan “Geura balik, sareupna. Bisi diculik kalong wewe”. Ini biasanya diucapkan ketika sang anak bermain sampai lupa waktu.
Ada satu kisah di Bandung baheula yang berkaitan dengan pamali ini. Bandung zaman dulu bukanlah sebuah kota yang gemerlap seperti sekarang. Pada tahun 1920-an Bandung adalah sebuah kota mungil di tengah pegunungan yang akan menjelma menjadi seolah kota tak berpenghuni kala Ashar tiba.
Di zaman itu, Bandung masih dirimbuni oleh rupa-rupa pepohonan besar yang menimbulkan rasa ngeri ketika melewatinya saat senja tiba. Dikutip dari buku Ramadhan di Priangan karya Haryanto Kunto, zaman itu adalah “Jaman di imah betah ku rupa-rupa larangan. Rupa-rupa bisi jeung pamali”.
Di zaman itu beredar cerita ada seorang anak yang hilang digondol kalong wewe karena anteng bermain sampai Maghrib tiba. Anak tersebut tidak berhasil ditemukan meskipun dicari ke mana-mana semalaman. Anehnya, anak itu keesokan harinya terlihat berada di atas sebuah pohon besar sambil duduk membisu.
Pamali ini terkait adanya anjuran dalam agama Islam untuk tidak berkeliaran di waktu Maghrib sampai Isya. Waktu tersebut adalah waktunya setan beraksi untuk mengganggu manusia, dan anak-anak adalah yang paling rentan terhadap gangguan ini.
Namun, secara logika pamali ini bisa kita katakan bahwa anak-anak sebaiknya berhenti bermain dan lekas beristirahat agar tubuh kembali bugar. Bagi yang sudah baligh (dewasa), waktu Maghrib seharusnya digunakan untuk menunaikan salat dan mengaji sampai lepas Isya.
Intinya, pamali ini menganjurkan kita untuk tidak beraktivitas di luar saat malam tiba dan bergegas beristirahat sehingga tidak membuang-buang tenaga untuk hal yang sia-sia.
3. Jangan sisakan butiran nasi di piring
Mitos Suku Sunda selanjutnya jangan menyisakan nasi barang sebutir pun di piring. Mitosnya, dapat mengakibatkan binatang peliharan milik kita akan mati. Dilihat dari logikanya, pamali ini jelas tidak ada kaitannya.
Di bagian daerah Sunda lainnya, ngaremeh atau menyisakan nasi di piring setelah makan bisa mendapatkan suami atau istri yang jelek. Namun, tetap saja mitos ini mengandung nilai kebaikan, yakni untuk tidak menyisakan makanan. Mitos ini pun mengajarkan kita untuk hidup bersih, teratur dan selalu bersyukur atas nikmat makanan yang bisa kita dapatkan.
4. Dilarang berdiam di pintu
Ini merupakan salah satu mitos Suku Sunda yang paling sering kita dengar. Pamali ini bermakna jangan duduk di muka pintu, untuk anak perempuan yang belum nikah, dikhawatirkan akan susah dapat jodoh. Ada pula yang menyebutkan duduk di muka pintu akan membuat jatuh sakit karena ada mahluk halus yang lewat di pintu tersebut.
Pamali ini adalah yang paling mudah dilihat logikanya. Berdiri atau duduk di depan muka pintu merupakan sebuah perbuatan yang mengganggu mobilitas orang lain. Orang yang keluar masuk akan terhalangi bahkan bisa menyebabkan orang lain terjatuh jika berjalan dengan tanpa memperhatikan sekeliling.
5. Bersiul di dalam rumah
Mitos Suku Sunda lainnya larangan atau pamali bersiul atau heheotan di dalam rumah.
Bersiul di dalam rumah sama saja dengan memanggil makhluk halus untuk datang menghampiri kita. Kemunculan mahluk halus tersebut akan membahayakan keluarga kita.
Namun, pamali ini sebenarnya berkaitan dengan etika. Bersiul bisa jadi dianggap lumrah dan mengandung banyak makna tergantung dari konteksnya. Tapi jika ada anggota keluarga yang sedang sedih, bersiul sama dengan tidak berempati pada orang yang sedang mengalami kesedihan tersebut.
6. Makan menggunakan cobek
Jangan makan dengan menggunakan cowet (cobek), nantinya bakal dapat jodoh kakek-kakek atau nenek-nenek. Kira-kira itulah arti dari mitos Suku Sunda itu. Namun, jika dilihat dari segi kesehatan, makan dengan menggunakan cobek tidak baik bagi tubuh.
Cobek biasanya terbuat dari batu atau campuran pasir sehingga ditakutkan serpihan batu atau pasir tersebut akan ikut terbawa nasi yang kita makan. Selain itu, makan menggunakan cobek sebagai piring pun tidak praktis. Cobek itu berat dan dilihatnya pun tidak pantas.
Editor : Asep Supiandi
Artikel Terkait