BANDUNG, iNews.id - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar menerima pelimpahan berkas dan tersangka tiga pengemplang pajak, dua pribadi dan satu perusahaan. Tiga tersangka kasus tindak pidana perpajakan itu diduga mengemplang pajak selama satu tahun lebih dari Rp2,6 miliar pada 2018 lalu.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar Riyono mengatakan, semula, kasus ini ditangani oleh Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Barat II dan Koordinasi dan Pengawasan (Korwas) Polda Metro Jaya. Tiga pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka antara lain, YSM, AIW, dan satu korporasi PT GF
"Kasus itu sudah selesai diselidiki DJP Jabar II dan Korwas Polda Metro Jaya. Tersangka dan barang bukti atau tahap dua dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Bekasi," kata Aspidsus Kejati Jabar di Kantor Kejati Jabar, Jalan Naripan, Kota Bandung, Senin (1/11/2021).
Riyono menyatakan, modus para tersangka pengemplang pajak ini dengan tidak melaporkan surat pemberitahuan (SPT) pajak pertambahan nilai (PPh), dan pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) pada 2018.
Tindakan itu, ujar Riyono, melanggar Pasal 39 ayat (1) huruf c dan huruf i Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan sebagaimana diubah beberapa kali dan terakhir Undang-undang nomor 11 tahun 2200 tentang cipta kerja. "Kerugian negara terkait tindak pidana pajak itu sekitar Rp2.639.670.983," ujar Riyono.
Sementara itu, Kepala Kanwil DJP Jabar II Harry Gumelar mengatakan, penyelidikan kasus ini bermula saat DJP Jabar II mendapati ada wajib pajak yng tak membayar pajak. Tindakan itu terpantau dari sistem CRM yang dimiliki direktorat pajak.
Jadi di sistem CRM itu, kata Harry Gumelar, DJP Jabar II bisa lihat wajib pajak tidak lapor, tidak setor, apalagi PPN. Begitu PPN tidak dibayar, langsung masuk ke kuadran 9, artinya risiko tinggi.
"Karena PPN itu wajib pajak sebenernya perusahaan. Kalau wajib pajak mengklaim saya bayar sekian puluh miliar PPN, itu engga. PPN itu mereka tidak pernah bayar. Yang bayar itu masyarakat," kata Kepala Kanwil DJP Jabar II.
Karena itu, ujar Harry Gumelar, jika PPN sampai tidak disetor, sama saja dengan korupsi. "Kalau PPN sampai tidak disetor, itu luar biasa, karena sama dengan korupsi kalau di birokrat. Karena itu (PNN), uang negara yang diambil dan tidak disetor oleh mereka," ujar Harry.
Kepala Kanwil DJP II Jabar menuturkan, sebelum pelimpahan tahap dua ini, DJP Jabar II telah melakukan berbagai upaya mulai dari pemanggilan kepada dua tersangka dan pihak korporasi PT GF yang bergerak di bidang pengecatan sparepart otomotif itu.
Di bidang pepajakan, tuturnya, sebenarnya para penunggak pajak tidak serta merta, dipidanakan ketika wajib pajak tidak setor. Sebab, Direktorat Jenderal Perpajakan menganut remedium.
"Jadi sebisa mungkin diimbau dulu. Sudah diminta pembetulan, diminta menyetorkan dengan denda lebih murah. Tapi tahapan-tahapan itu sudah dilakukan, tersangka tetap tidak melakukan pengembalian kerugian negara. Sehingga dengan berat hati, kami lakukan penegakan keadilan dengan kerugian negara itu," tuturnya.
Sementara itu, Kepala Kejaksaan Tinggi Jabar Asep N Mulyana menyatakan, Kejati Jabar berkomitmen menindak segala bentuk tindak pidana. Bahkan tak segan menyeret korporasi apabila terbukti bersalah.
"Kami tidak menyasar kepada orang-orang, tapi kami komitmen untuk juga meminta pertanggungjawaban kepada korporasi atau badan. Karena kami melihat bahwa ada niat jahat atau mensrea, baik orang per orangnya, atau dari korporasi yang bersangkutan," kata Asep.
Editor : Agus Warsudi
Artikel Terkait