Dalam sebuah kesempatan, juru kunci makam Dalem Santri, Koko Komar, hanya menyebutkan, makam Kyai Agung berada di Pasir Mantri, tapi tidak dapat menunjukkan secara tepat letak makamnya. Hanya ada sedikit petunjuk, dulu makam Kyai Agung itu terletak di bawah pohon puspa. Masalahnya, dulu di sana terdapat empat atau tiga pohon puspa yang besar. Sekarang pohon puspa itu sudah tidak ada sejak sejak puluhan tahun lalu dan digantikan dengan pohon pinus.
Sementara itu, makam Kiai Gede juga terletak di Pasir Mantri. Berbeda dengan makam Kiai Agung, makam Kyai Gede dapat dikenali dan berada di tengah-tengah penclut Pasir Mantri. Bahkan kini makamnya sudah dipagari dengan pagar besi oleh keluarganya. Sedangkan makamnya sendiri masih dibiarkan seperti semula, yakni berupa tumpukan batu dengan nisan dari batu pula. Barangkali hal itu berkaitan dengan kepercayaan masyarakat setempat, bahwa makam leluhur Wanayasa “tidak mau” diperindah, apalagi sampai ditembok atau dilapisi marmer.
Tampaknya Pasir Mantri pada zaman dahulu dipergunakan sebagai lokasi pemakaman tokoh-tokoh agama seperti ulama. Kiai Gede tidak identik dengan Kiai Agung, walaupun “gede” sama artinya dengan “agung”. Mungkin penyebutan Kyai Gede untuk membedakannya dengan julukan Kyai Agung yang hidup sebelumnya. Kyai Gede merupakan ulama, yang dianggap mempunyai ilmu keagamaan yang tinggi sebagaimana Kiai Agung sebelumnya. Yang jelas, keduanya merupakan ulama besar di Wanayasa pada masanya serta keduanya dimakamkan di Pasir Mantri.
Kiai Gede adalah julukan. Nama aslinya adalah Raden Tisnadireja atau Mas Bagus Jalani. Menurut sumber-sumber di Wanayasa, Mas Bagus Jalani ini adalah putra Raden Tisnanagara, putra ketiga Bupati Kaliwungu V. Artinya, dia adalah cucu Bupati Kaliwungu V yang mempunyai garis keturunan langsung dari Kangjeng Gusti Pangeran Arya (KGPA) Juminah, salah seorang kerabat Sultan Agung Mataram.
Editor : Asep Supiandi
Artikel Terkait