Sosok Djulaeha Karmita, Tenaga Medis Perempuan di Balik Perang Cimahi 4 Hari 4 Malam
CIMAHI, iNews.id - Nama Dra Hj Djulaeha Karmita mungkin tak setenar pahlawan perempuan lainnya seperti Dewi Sartika, Cut Nyak Dhien, RA Kartini atau Cut Meutia. Namun siapa sangka, Djulaeha Karmita adalah sosok pejuang perempuan kemerdekaan Indonesia.
Dia bahu-membahu dalam sejumlah pertempuran di Kota Cimahi melawan Belanda. Bersama Sutjinem dan Sutjinah, anak dari saudagar kaya di Cimahi yakni Wongso Abuchaer atau Mbah Wongso, Djulaeha Karmita turut membantu mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia sehingga sering dikejar-kejar tentara Belanda.
Namun sayang literatur sosok Dra Hj Djulaeha Karmita ini memang masih minim. Bahkan sosoknya tidak ada dalam situs Wikipedia. Padahal, jasanya sangat besar untuk memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Meski perempuan, namun dia tak pernah takut melawan penjajah.
"Kiprah beliau di zaman penjajahan dan pascakemerdekaan. Jadi memang secara peranan baru Bu Djulaeha menonjol. Dia aktivis," kata Ketua Tjimahi Heritage, Machmud Mubarok saat dihubungi, Jumat (111/2023).
Perempuan asal Cimahi aktif di berbagai organisasi seperti Palang Merah Indonesia (PMI) dan Laskar Wanita Indonesia (Laswi), yang dikenal dikenal sebagai barisan pejuang perempuan asal Jawa Barat yang memperjuangkan kemerdekaan.
Sebagai anggota PMI, Djulaeha selalu berada dalam lingkaran peperangan bersama para pejuang lainnya di Kota Cimahi untuk melawan penjajah. Dia berada di garis belakang yang bersiap mengobati setiap tentara atau pejuang yang terluka akibat perang.
"Ketika Cimahi sedang ramai dengan pertempuran-pertempuran, Bu Julaeha itu terjun, membantu tentara dalam hal penanganan korban-korban pertempuran," ujar Machmud.
Meski berada di garis belakang untuk mengobati para pejuang, namun terkadang Djulaeha Karmita terkadang ikut mengangkat senjata terjadi. Dia selalu ikut kemana pun batalion bergerak. Bukan hanya perang di Cimahi, dirinya pun menjadi saksi ketika perang di Kabupaten Bandung dan Purwakarta meledak.
Salah satu pertempuran heroik yang diikuti dia ialah perang empat hari empat malam yang terjadi di Kota Cimahi. Pertempuran tersebut terjadi di sejumlah titik di Cimahi. Dari mulai sekitar Penjara Poncol di Kalidam dan Jalan Gatot Subroto yang dulunya dijadikan tangsi Belanda yang digawangi berbagai kompi, laskar, Badan Keamanan Rakyat (BKR) hingga Tentara Keamanan Rakyat (TKR) itu terjadi tahun 1947.
Ada sejumlah nama yang dulunya terlibat dalam peperangan melawan penjajah di Kota Cimahi. Di antaranya Kompi Daeng Muhammad Ardiwinata, Kompi Ade Arifin, Embang Ardiwidjaja, Kapten Ishak, Sukimun hingga Usman Dhomiri.
"Waktu di Cimahi, dia turun perang ketika pertempuran 4 hari 4 malam itu mereka ikut serta. Salah satu anak buahnya pun ikut dalam perang," tutur Machmud.
Namun dalam pertempuran empat hari empat malam para pejuang di Cimahi, yang diikuti Djulaeha Karmita tidak berbuah kemenangan. Sejumlah pejuang dan warga ketika itu mengungsi ke arah selatan Bandung, termasuk Djulaeha pun ikut mengungsi ke sana.
Setelah periode usia perang selesai dan kemerdekaan Indonesia mulai diakui dunia internasional pada 1949. Djulaeha pun menjadi seorang aktivis perempuan. Dia juga mulai turun ke dunia politik. Machmud mengatakan, Djulaeha pernah duduk di kursi dewan perwakilan di daerah.
"Setelah perang kemerdekaan selesai, Bu Julaeha kalau tidak salah menjadi aktivis perempuan, saya lupa apakah dia pernah menjadi anggota DPD atau DPRD," tutur Machmud.
Sosok wanita itu pun dikabarkan meninggal di tahun 1990-an. Nama pahlawan perempuan asal Cimahi itupun kini diabadikan sebagai nama sebuah jalan yang tepat berada di belakang Kantor DPRD Kota Cimahi.
Editor: Asep Supiandi