Soal Kekerasan Seksual di Kampus, Dekan Unpad: Perbaiki Prosedur Pelaporan

BANDUNG, iNews.id - Perguruan tinggi dinilai harus memiliki mekanisme pelaporan terkait kekerasan seksual dan perundungan di kampus. Mekanisme itu harus memudahkan dan melindungi korban kasus tersebut.
“Ini menjadi hak dan kewajiban semua orang dalam kampus untuk memastikan bahwa kampus itu aman dari segala macam perundungan dan kekerasan,” ujar Dekan Fakultas Ilmu Budaya Unpad Aquarini Priyatna dikutip dari laman Unpad, Senin (29/11/2021).
Aquarini berharap ada mekanisme pelaporan yang baik di lingkungan kampus yang dapat menjamin semua pihak dapat terlindungi. Sejumlah kendala acapkali ditemui dalam pelaporan, seperti rumitnya prosedur pelaporan hingga prosedur pelaporan yang tidak berpihak pada korban.
Sementara itu, Kepala Pusat Riset Gender dan Anak Universitas Padjadjaran Budiawati Supangkat mengatakan, kekerasan seksual merupakan kejahatan yang dapat terjadi di mana saja, baik di lingkup publik maupun privat.
Lingkungan kampus sering dipersepsikan sebagai ruang aman, sehingga kekerasan yang terjadi kerap tersembunyi dan tidak terlaporkan. Pelakunya pun tidak dihukum setimpal. Akibatnya, korban mengalami trauma seumur hidup.
Jika tidak ada mekanisme atau peraturan mengenai penanganan kekerasan seksual, Budiawati menilai hal tersebut akan membawa kesengsaraan dan ketidakadilan bagi korban.
Sebelum lahirnya Permendikbud 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Kampus, Unpad sendiri sudah lebih dahulu mengeluarkan Peraturan Rektor No 16 tahun 2020 tentang Pencegahan dan Penanganan Pelecehan Seksual di Lingkungan Unpad.
“Kita sebetulnya tidak tertinggal. Kita sudah menyiapkan amunisi untuk pencegahan terjadinya kekerasan seksual,” kata Budiawati.
Dia pun berharap, dengan adanya Permendikbud tersebut, penyempurnaan peraturan dan mekanisme di lingkungan Unpad dapat dilakukan.
Selain itu, sosialisasi mengenai responsif gender, perundungan, dan kekerasan seksual dapat terus dilakukan dengan sasaran mahasiswa, tenaga kependidikan, dosen, dan berbagai pihak terkait. Ini dilakukan mengingat tindak kejahatan tersebut dapat terjadi pada siapa saja.
“Yang rentan itu bukan hanya mahasiswa tetapi semua lini, bisa tenaga kependidikan, bisa juga para dosen, baik laki-laki maupun perempuan, maupun pihak-pihak terkait dengan Unpad,” ujarnya.
Editor: Asep Supiandi