Rahmat Effendi Didakwa Bangun Vila di Bogor Pakai Uang dari Pejabat Pemkot Bekasi
BANDUNG, iNews.id - Jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Rahmat Effendi, Wali Kota Bekasi non-aktif, meminta uang kepada para pejabat dan pegawai negeri sipil (PNS) untuk membangun vila di Cisarua, Bogor. Permintaan uang itu dilakukan terdakwa Rahmat Effendi dengan modus jual beli jabatan.
Dakwaan tersebut dibacakan oleh JPU KPK dalam sidang di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan RE Martadinata, Kota Bandung, Senin (30/5/2022).
Jaksa KPK mengatakan, terdakwa Rahmat bertemu dengan Mulyadi alias Bayong, Asda I Pemkot Bekasi Yudianto, dan Kabid Dinas Tata Ruang Pemkot Bekasi Engkos Koswara di Villa Glamping Jasmine, Cisarua, Bogor.
Dalam pertemuan itu, ujar jaksa KPK, terdakwa Rahmat memberi arahan kepada Mulyadi, Yudianto, dan Engkos Koswara agar meminta uang kepada para pejabat struktural di lingkungan Pemkot Bekasi.
Setelah menerima arahan dari Rahmat Effendi, tiga orang itu, Mulyadi, Yudianto, dan Engkos Koswara, menjalankan arahan itu. Namun Engkos mengikuti pendidikan dan latihan (diklat) pimpinan. Sehingga, perintah Rahmat diilaksanakan oleh Yudianto dan Mulyadi.
"Uangnya digunakan untuk pembangunan Villa Glamping Jasmine Cisarua, Bogor milik terdakwa. Setelah selesai dibangun, vila tersebut dikelola oleh Rhamdan Aditya, anak terdakwa yang juga Direktur Utama PT AIR," ujar jaksa KPK.
Yudianto meminta uang kepada para pejabat struktural. Masing-masing pejabat diminta menyetor uang Rp175 juta. Namun para pejabat struktural tersebut memberikan uang dengan kisaran antara Rp135 juta hingga Rp200 juta lebih.
Total uang yang terkumpul selama 2021, tutur jaksa, sebesar Rp4.320.000.000. Uang tersebut diserahkan kepada anak Rahmat Effendi untuk membangun vila di Cisarua.
"Mulyadi alias Bayong menyerahkan uang tersebut secara bertahap kepada Rhamdan Aditya selaku anak terdakwa sekaligus Direktur Utama PT AIR (Aramdhan Ireynaldi Rizki)," tutur jaksa.
Diketahui, Rahmat Effendi ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan suap jual beli jabatan serta pengadaan barang dan jasa, dari hasil operasi tangkap tangan (OTT). Dari OTT, kasus dugaan korupsi ini, KPK mengamankan uang total Rp5,7 miliar.
Selain Rahmat Effendi, KPK juga menetapkan empat pemberi suap sebagai tersangka. Antara lain, Ali Amril (AA) Direktur PT ME (MAM Energindo); Lai Bui Min alias Anen (LBM) swasta; Suryadi (SY) Direktur PT KBR (Kota Bintang Rayatri) dan PT HS (Hanaveri Sentosa); dan Makhfud Saifudin (MS) eks Camat Rawalumbu.
Sedangkan penerima suap selain Rahmat Effendi, antara lain, M Bunyamin (MB) Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kota Bekasi; Mulyadi alias Bayong (MY) Lurah Jatisari; Wahyudin (WY) Camat Jatisampurna; dan Jumhana Lutfi (JL) Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kota Bekasi.
KPK juga menjerat Wali Kota Bekasi nonaktif Rahmat Effendi alias Pepen sebagai tersangka kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU). Sangkaan itu merupakan yang terbaru setelah sebelumnya Pepen dijerat sebagai tersangka perkara suap dan pungli setelah terjaring operasi tangkap tangan (OTT).
Terakhir KPK menelusuri tentang pembangunan glamorous camping atau glamping yang pembiayaannya diduga dilakukan Pepen dengan pungutan liar atau pungli. Lokasi glamping itu berada di Cisarua, Bogor.
Editor: Agus Warsudi