Ngeri, Korban Dokter Gadungan Jual Obat dan Konsultasi Aborsi Ilegal Lebih dari 100 Orang
BANDUNG, iNews.id - Jumlah korban obat penggugur kandungan atau aborsi ilegal yang dijual tersangka SM dan RI, lebih dari 100 orang. Para korban tak hanya warga Bandung, tetapi juga daerah lain di Indonesia.
Berdasarkan hasil penyidikan, pembeli obat aborsi ilegal yang dijual SM dan RI tinggal di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi, Sumatera, dan lain-lain.
Akibat perbuatannya, SM dan RI ditangkap petugas Satreskrim Polresta Bandung. Bahkan pelaku SM bahkan mengaku sebagai dokter saat menjual obat terlarang tersebut. SM juga membuka konsultasi online terkait aborsi.
Tersangka SM membuka grup di Facebook. Dalam grup ini, SM memberikan layanan konsultasi aborsi ilegal dan menjual obat tersebut. Korban yang tertarik, diarahkan bertransaksi melalui WhatsApp (WA).
Sedangkan terangka RI yang ditangkap di Kabupaten Karawang, berperan sebagai pemasok obat penggugur kandungan yang dijual SM.
"Awalnya saya tidak langsung mengaku dokter. Pas di WhatsApp, saya kasih nama depan dokter. Terus saya memandu korban meminum obat-obatan tersebut," kata tersangka SM di Mapolresta Bandung, Senin (6/11/2023).
SM mengaku mengetahui cara meminum obat tersebut dari Google. Sejak memulai "praktik" pada 2021, sudah lebih dari 100 orang menjadi korban.
"Sudah 100 lebih (korban yang membeli obat aborsi). Jadi obat itu satu lembar saya jual dengan harga Rp1,5 juta. Kalau satu butirnya Rp150.000," ujar SM.
Sementara itu, Kapolresta Bandung Kombes Pol Kusworo Wibowo mengatakan, tersangka SM menjual obat penggugur kandungan dan konsultasi aborsi ilegal sejak 2021. Dari data yang diperoleh di ponsel, tercatat ada 20 korban. Tiga orang di Bandung, sisanya dari luar Bandung.
Tersangka SM membeli obat-obatan tersebut dari RI seharga Rp2,5 juta per 12 strip. SM menjualnya seharga Rp1,5 juta per strip kepada korban.
"Akibat perbuatannya, tersangka SM dan RI dijerat dengan Pasal 435 UU Kesehatan dengan ancaman hukuman minimal hukuman 5 tahun dan maksimal 12 tahun penjara," kata Kapolresta Bandung.
Sementara itu, pengurus Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kabupaten Bandung dr Rois mengatakan, obat-obatan tersebut seharusnya secara medis diresepkan oleh dokter kebidanan dan diperuntukkan pada kondisi tertentu.
"Kalau di kebidanan untuk menghentikan pendarahan dan jaringan sisa itu. Tapi ini malah digunakan untuk pengguguran kandungan," kata Rois.
Editor: Agus Warsudi