N219 Nurtanio, Pesawat Inovasi PTDI-BRIN untuk Kemandirian Bangsa

Agar bisa menembus beragam medan dengan kontur seperti Indonesia, ujar Agus Aribowo, para peneliti meriset double slotted flap dan flaperon. Pengujian dilakukan di fasilitas terowongan angin Nusantara Low Speed Tunnel (NLST) Bandung, pada Januari 2007.
Dengan CL max 2,9, pesawat juga dapat mendarat dan lepas-landas di landasan relatif pendek, tak sampai 600 meter. Ukuran tersebut adalah rata-rata panjang landasan di wilayah perintis.
“Landasan ada yang miring, jurang, di ujung jurang, jadi kalau gagal take off, pesawatnya jatuhnya ke jurang,” ujar Agus Aribowo.
Bahkan, hasil uji di laboratorium Aero Gas-Dinamika dan Getaran (LAGG) tak hanya memenuhi target, tetapi justru melebihi ekspektasi. Dengan kondisi flaperon aktif (on) dan sudut flap 40 derajat, diperoleh CL sebesar 3,03. Artinya pesawat mampu mendarat di landasan yang lebih pendek (kurang dari 563 meter).
Setelah proses uji terbang perdana selesai, kerja keras para peneliti terus berlanjut. Pada 22 Desember 2020, N219 mendapatkan type certificate (TC) dari otoritas kelaikudaraan sipil, dalam hal ini yang berwenang di wilayah Indonesia adalah Direktorat Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKPPU), Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
Keberhasilan tersebut diraih setelah prototipe N219 Nurtanio berhasil menyelesaikan ratusan jam terbang dengan berbagai kondisi cuaca dan medan di Indonesia.
Editor: Agus Warsudi