MIKTI Luncurkan Buku Panduan bagi Start Up "Digital Incubator Playbook"

BANDUNG, iNews.id - Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang PS Brojonegoro meresmikan peluncuran Digital Incubator Playbook secara virtual atau dalam jaringan (daring). Buku panduan bagi inkubator bisnis dan start up digital ini terdiri atas 6 Bab dan 221 halaman.
Acara peluncuran secara daring yang digelar pada Selasa (1/12/2020) itu dihadiri 80 peserta.
Ketua Umum MIKTI Joddy Hernandy mengatakan, khalayak yang memerlukan buku ini, versi preview dapat diunduh via website mikti.id. Sedangkan full version atau versi utuh Digital Incubator Playbook dapat diperoleh dengan mengajukan permohonan ke email [email protected].
"Digital Incubator Playbook merupakan buku panduan bagi inkubator bisnis digital di Indonesia, mulai dari merancang, mengelola, hingga mengevaluasi seluruh proses bisnis," kata Joddy.
Buku ini, ujar Joddy, merupakan ekstraksi pengetahuan dan pengalaman pengelolaan inkubator bisnis digital MIKTI yang dilengkapi dengan perspektif dari berbagai pihak.
Joddy mengharapkan, Digital Incubator Playbook dapat menjadi pengatahuan dan pengalaman yang dapat dimanfaatkan pihak-pihak yang akan menyelenggarakan program inkubasi di bidang digital. Dengan demikian, dapat memunculkan start up berkualitas, bahkan unicorn.
"Pada dasarnya, MIKTI membuka kerja sama dengan berbagai pihak, mengingat tujuan MIKTI adalah membantu Indonesia lebih maju dan bersaya saing dengan teknologi saat ini. Adapun visi MIKTI adalah membangun ekosistem berkelanjutan," ujar Joddy.
Sementara itu, Ketua Tim Penulis Digital Incubator Playbook Indra Purnama mengatakan, latar belakang penulisan buku ini adalah pemahaman bahwa Indonesia telah menjadi pasar untuk produk digital.
"Kami harap peluang tersebut dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh start up Indonesia. Dalam hal ini, inkubator atau inkubasi bisnis merupakan pendekatan paling tepat dan sistematis untuk menumbuhkembangkan start up. Sayangnya, jumlah inkubator di Indonesia masih sangat sedikit jika dibandingkan dengan peluang dan sumber daya yang tersedia," kata Indra.
Karena itu, tutur dia, MIKTI meluncurkan Digital Incubator Playbook yang berisi pengetahuan dan pengalaman MIKTI selama mengelola dan memgembangkan inkubator. "Buku ini kami harapkan bermanfaat bagi lembaga penyelenggara inkubator maupun startup atau inovator," tuturnya.
Bagi inkubator, ujar Indra, Digital Incubator Playbook dapat dijadikan pijakan untuk memetakan kembali layanan dan bimbingan yang diberikan kepada start-up agar mereka dapat berkembang.
Melalui framework baru yang diperkenalkan terdiri atas empat lapisan, yaitu outcome (hasil akhir yang diharapkan oleh pemiliki inkubator), output (inovasi model bisnis, inovasi teknologi dan pemecahan permasalahan di masyarakat), process (program inkubasi, pendanaan dan sinergi ekosistem), dan people (pengelola dan peserta program inkubasi).
"Sementara bagi start up, buku ini membantu memahami faktor risiko yang mereka hadapi. Buku ini juga mengulas informasi dan pengetahuan dasar mengenai inkubator bisnis digital serta praktik terbaik dalam pengelolaannya," ujar Indra.
Menristek Bambang Brojonegoro mengatakan, Digital Incubator Playbook bisa menjadi manual bagi para inkubator di Indonesia yang saat ini perannya sangat dibutuhkan untuk mendukung dan menumbuhkembangkan kewirausahaan dalam bentuk start up di Indonesia.
"Peluang ekosistem start up di dunia mencapai USD3 triliun. Jakarta termasuk ranking dua emerging ekosistem di dunia, lebih baik dibanding Kualalumpur (Malaysia), Manila (Filipina,, dan Bangkok (Thialand)," kata Bambang.
Tetapi, ujar Menristek, ekosistem start up tersebut belum diimbangi dengan jumlah wirausaha di Indonesian yang saat ini baru mencapai 3 persen dari jumlah penduduk.
"Lebih banyak warga Indonesia yang memilih menjadi pekerja dibanding berwirausaha. Mindset inilah yang harus diubah. Di sinilah inkubator berperan. Inkubator harus mampu membimbing dan memberi pemahaman sehingga kewirausahaan di Indonesia dapat menjadi arus utama," ujar Menristek.
Lebih jauh Bambang PS Brojonegoro menuturkan, start up harus didefinisikan sebagai kewirausahaan berbasis terknologi. Meski demikian, sama seperti perusahaan lain, start up tidak bisa imun terhadap pandemi Covid-19.
Salah satu dampaknya adalah proses pendanaan melambat bahkan dibatalkan atau tidak direspons oleh investor. Akibatnya, terjadi pemutusan kerja.
Berbeda dengan persaingan perusahan konvensional, di lingkaran start up berlaku the winner wins all. Artinya, pemenang akan meraup sebagian besar pasar dan hanya menyisakan sedikit sehingga banyak start up lain yang tidak bisa lanjut karena kalah bersaing.
"Ke depan kami berharap pembangunan ekonomi itu berasal dari start-up yang berinovasi, bukan dari perusahaan konsesi," tutur Bambang.
Editor: Agus Warsudi