Makam Tua Belanda di Kebun Raya Bogor, Ada Nisan Bapak Ular Indonesia
BOGOR, iNews.id - Kompleks permakaman tua Belanda di areal Bogor Botanical Gardens atau Kebun Raya Bogor, Jalan Ir H Juanda, Kota Bogor, diperkirakan dibangun sejak 1784. Permakaman itu telah ada sebelum Kebun Raya Bogor dibangun dan diresmikan oleh Prof Caspar Georg Carl Reinwardt pada 1817.
Untuk diketahui, Prof Caspar Georg Carl Reinwardt, merupakan ahli Botani kelahiran Jerman yang pertama kali memimpin Kebun Raya Bogor. Dia orang pertama yang mendaki Gunung Gede Pangrango sampai puncak. Caspar Georg Carl Reinwardt juga memberikan referensi beasiswa bagi Raden Saleh menimba ilmu ke Belanda.
Keberadaan kompleks makam tua Belanda ini menjadi bagian dari saksi sejarah perkembangan Kota Bogor yang berjuluk Kota Hujan itu. Terdapat tokoh pemerintah kolonial Belanda di kompleks permakaman tersebut.
Bahkan, kompleks makam tua Belanda berkait erat dengan perkembangan ilmu pengetahuan tentang tanaman atau botani dan hewan atau zoologi di Tanah Air.
Sebab, di kompleks permakaman ini bersemayam jasad beberapa pakar biologi, botani, dan zoologi keturunan Belanda dan Jerman yang menghabiskan masa hidup merkea meneliti beragam flora dan fauna di Indonesia.

Paling Tua Berumur 238 Tahun
Lokasi kompleks makam tua Belanda tidak jauh dari pintu masuk ke Kebun Raya Bogor dari sisi Kantor Pos Bogor. Namun kompleks permakaman tidak terlihat dari jalan yang membelah kebun raya karena terhalang rimbunnya pepohonan dan rumpun bambu.
Kompleks makam itu berukuran sekitar 20 x 30 meter. Di dalamnya terdapat 42 makam. Sebanyak 38 makam memiliki identitas dan 4 sisanya diberi tanda apa pun. Tidak diketahui alasan batu nisan di empat makam itu tidak diberi tanda.
Jika tidak dipisahkan pagar, kompleks makam ini berjarak sekitar 300-400 meter dari Istana Bogor. Ciri khas makam kuno Belanda atau yang kerap disebut kerkoff adalah prasasti bergaya arsitektur art deco. Sebagian memiliki pahatan di dinding.
Umumnya, nisan makam Belanda terbuat dari batu marmer berisi identitas jasad yang bersemayam. Nama dan tanggal lahir serta wafat almarhum ditulis dengan huruf gotik, roman, kapital, dan sambung.
Makam paling tua di kompleks permakaman Belanda dalam Kebun Raya Bogor, tercatat berusia 238 tahun atau telah ada sejak 1784. Di makam itu bersemayam jasad Cornelis Potmans, administrator toko obat berkebangsaan Belanda.
Sedangkan yang termuda berangkat tahun 1994. Di makam itu bersemayam jasad Dr A J G H Kostermans, ahli botani berkebangsaan Belanda. Namun di akhir hayatnya, Kosterman memilih menjadi warga negara Indonesia (WNI).

Tempat Peristirahatan Terakhir Para Ahli
Di dalam kompleks permakaman tua Belanda Kebun Raya Bogor bersemanyam jasad Heinrich Boie, ahli ular berkebangsaan Jerman. Dia adalah seorang zoologi atau ahli tentang hewan, yang mengkhususkan diri pada ilmu tentang ular di negara tropis, terutama Indonesia.
Karena kepakarannya tentang ular, Heinrich Boie mendapat julukan sebagai Bapak Ular Indonesia. Keberadaan makam Bapak Ular Indonesia tersebut ditandai batu nisan tua dengan lambang ular di atasnya.
Pemugaran makam Heinrich Boie dilakukan Kedutaan Besar (Kedubes) Jerman untuk Indonesia pada 2020, sebagai penghormatan atas dedikasi Boie dalam bidang penelitian binatang melata di Indonesia.
Peneliti reptil dari Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Amir Hamidy mengatakan, setidaknya 48 spesies ular Indonesia yang sudah dideskripsikan oleh Heinrich Boie secara detail selama mengabdikan diri sebagai zoologi.
Selain Bapak Ular Indonesia, di kompleks makam tua Belanda itu juga bersemayam orang penting pemerintah kolonial Belanda. Salah satunya adalah DJ de Eerens, Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang hidup antara 1781-1840.
Terdapat satu makam unik di kompleks permakaman Belanda itu. Di batu nisan makam tersebut terdapat dua nama, yaitu, Heinrich Kuhl and Johan Conrad van Hasselt.
Keduanya, Heirich Kuhl dan Johan Conrad van Hasselt merupakan anggota “The Netherlands Commissions for Natural Sciences”. Mereka dikirim ke Indonesia untuk bekerja di Kebun Raya Bogor.
Jasad dua ahli biologi dan zoologi itu dimakamkan dalam satu liang lahat. Kuhl yang berasal dari Jerman meninggal lebih lebih dahulu pada 1821 dalam usia masih muda, 23 tahun.
Sedangkan Hasselt dari Belanda wafat dua tahun kemudian pada usia 44 tahun. Mereka dimakamkan dalam satu liang lahat sebagai tanda ikatan persahabatan abadi sampai akhir hayat.
Bukan hanya di atas nisan, Kuhl dan Hasselt juga diabadikan dalam nama ilmiah flora dan fauna yang ditemukan peneliti, khususnya dua spesies anggrek Dendrobium, yaitu Dendrobium Hasseltii dan Dendrobium Kuhlii.
Dua spesies anggrek indah berkerabat dekat ini melambangkan persahabatan dua ahli botani dan zoologi itu. Dua spesies anggrek tersebut tumbuh bersama di dalam hutan lumut Gunung Gede.
Kemudian, Dr Johannes Jacobus Smith merupakan ahli botani berkebangsaan Belanda kelahiran Antwerp pada 1867, mengabadikan dua sahabat itu sebagai nama marga anggrek Jawa, Kuhlhasseltia Javanica pada 1910.
Editor: Agus Warsudi