M Farhan: 279 Juta Peserta BPJS Bocor, Waspada Sindikat Vaksin Covid-19 dan Produk Farmasi
BANDUNG, iNews.id - Anggota Komisi 1 DPR RI dari Fraksi NasDem Muhammad Farhan mengingatkan masyarakat untuk waspada terhadap tindak kejahatan sindikat vaksin Covid-19 dan produk farmasi memanfaatkan 279 juta data peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang bocor. Karena itu, pihak terkait harus mengawal kasus kebocoran data itu agar jangan sampai disalahgunakan.
Anggota Komisi 1 DPR dari Fraksi NasDem Muhammad Farhan mengatakan, pengakuan dari BPJS atas peretasan 279 juta data peserta tersebut harus dikawal. Sebab, BPJS ikut dalam penanganan data pasien Covid-19, sehingga harus diwaspadai.
"Di masa pandemi, BPJS Kesehatan pasti menyimpan data pasien Covid-19. Sangat mungkin, data yang dicuri itu berkait dengan vaksin atau sindikat obat-obatan (farmasi)," kata M Farhan dalam keterangan persnya, Jumat (28/5/2021).
Menurut dia, data ratusan warga negara bocor hingga dapat diperjualbelikan menjadi sanksi. Farhan menekankan, kompetensi IT harus dievaluasi karena data warga negara merupakan sektor strategis.
"Data kesehatan WNI sangat strategis. Mesti dianalisis dengan teliti mengapa peretas menyasar BPJS yang bagi orang awam mungkin tidak penting. Perlu diteliti kemungkinan orang dalam terlibat dalam peretasan," ujarnya.
M Farhan mengemukakan, langkah BPJS Kesehatan menggandeng penegak hukum patut didukung. Ada tantangan untuk dapat mengungkap kasus itu. "Sulitnya adalah membuktikan pembocoran data tersebut merugikan peserta secara langsung. Langkah hukum BPJS yang melaporkan kasus ini ke Bareskrim Polri perlu dikawal hingga tuntas," tutur M Farhan.
"Konsekuensi hukumnya memang bisa melalui UU ITE, tapi harus melibatkan delik pelaporan dari pemilik data pribadi (WNI) yang merasa dirugikan. Sanksi paling berat adalah pencabutan ijin Penyelenggaraan Sistem Elektronik (PSE) BPJS Kesehatan oleh Kemenkominfo. Tapi kalau ini diterapkan maka BPJS Kesehatan tidak dapat memberikan layanan Jaminan Kesehatan kepada masyarakat," ucap mantan presenter ini.
Selain itu, ujar M Farhan, kasus bocornya data peserta jadi momentum untuk mempercepat pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi.
"Saya desak agar deadlock RUU PDP segera disahkan. Data kesehatan WNI sangat penting dan rahasia. Harus dijaga dengan ekstra ketat, tidak boleh bocor sekecil apa pun," ujar M Farhan.
Diketahui, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengakui ada kemungkinan peretasan yang membuat data 279 juta penduduk di Indonesia bocor dan dijual di dunia maya.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron mengatakan, peretasan masih bisa ditembus meskipun sistem keamanan yang digunakan telah sesuai standar dan berlapis.
"Walaupun BJPS kesehatan telah menerapkan sistem keamanan sesuai standar yang berlaku, namun masih dimungkinkan terjadinya peretasan, mengingat sangat dinamisnya dunia peretasan," kata Ali dalam konferensi pers Selasa (25/5/2021).
Ali mengemukakan, BPJS Kesehatan sebenarnya telah menggunakan sistem keamanan berstandar ISO 27001 dan sudah tersertifikasi. BPJS Kesehatan juga mengklaim telah menjalankan Security Operation Center (SOC) yang bekerja selama 24 jam dalam 7 hari untuk mengamati hal-hal yang mencurigakan.
Kemungkinan peretasan yang berujung kepada kebocoran data itu tetap ada. BPJS Kesehatan saat ini sedang investigasi dan penelusuran jejak digital terkait dugaan tersebut.
Editor: Agus Warsudi