LPSK Sebut Kekerasan Seksual Perempuan dan Anak Dominasi Tindak Pidana di Jabar
BANDUNG, iNews.id - Lembaga Perlindungan Korban dan Saksi (LPSK) menyebut kekerasan seksual dengan korban perempuan dan anak mendominasi tindak pidana di Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan catatan LPSK, selama 2021 lalu, sebanyak 11.256 kasus pidana terjadi di Jabar,
Pernyataan itu disampaikan Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo dalam kegiatan sosialisasi bertajuk "Sarasehan Budaya Program Perlindungan Saksi dan Korban Berbasis Komunitas Wilayah Jabar" di Auditorium Universitas Katolik Parahyangan, Kota Bandung, Jumat (28/10/2022) malam.
Hasto menjelaskan, 11.256 kasus asusila di Jabar itu, terdiri atas pelecehan seksual perempuan dan anak, perdagangan orang, serta tindak pidana korupsi. "Jabar menempati rangking kedua dengan kasus pidana terbanyak di Indonesia setelah Jakarta," kata Ketua LPSK.
Dari belasan ribu kasus pidana yang terjadi di Jabar tersebut, ujar Hasto Atmojo Suroyo, kasus kekerasan seksual pada perempuan dan anak paling besar disusul tindak pidana perdagangan orang.
"Kasus kekerasan pada perempuan dan anak mendominasi, meski kasus tindak pidana perdagangan orang pun tak kalah tingginya," ujar Hasto Atmojo Suroyo.
Meski begitu, tutur Kepala LPSK, dari ribuan kasus pidana tersebut, hanya sekitar 200-an kasus yang ditangani LPSK dalam bentuk perlindungan, baik kepada saksi maupun korbannya.
"Nah, dari (jumlah) 11.256 kasus hanya ada 200-an yang dilindungi, maksudnya yang mendapat layanan dari kami dalam bentuk perlindungan atau bantuan karena dalam undang-undang perlindungan saksi dan korban, kata perlindungan itu mengandung makna bantuan," tuturnya.
Hasto Atmojo Suroyo, bentuk bantuan yang diberikan LPSK, di antaranya rehabilitasi medis, psikologis atau psikososial, dan bantuan penghitungan ganti rugi yang dituntutkan maupun ganti rugi dalam bentuk kompensasi yang mesti dibayarkan oleh negara, seperti dalam kasus terorisme yang korbannya berhak atas kompensasi dari negara.
"Pada 2020 ada 200 ribuan kasus tindak pidana di Indonesia, itu tindak pidana yang terlaporkan saja. Maka, bisa dibayangkan bila orang yang tak melapor, jumlahnya bisa lebih banyak lagi dan kami setiap tahun menangani 4000 kasus. Ini kan masih sangat kecil ya," ucap Hasto Atmojo Suroyo.
Ketua LPSK berharap, para korban tindak pidana, termasuk saksi tak perlu khawatir atau takut untuk melapor kepada LPSK, terlebih korban maupun saksi kasus tindak pidana kekerasan seksual.
Dalam kasus tindak pidana kekerasan seksual, baik korban maupun saksi, kerap enggan melapor karena malu atau aib bagi keluarga. "Jangan khawatir, tenang, kami pasti akan merahasiakan identitas korban atau saksi. Kami berikan perlindungan bila ada ancaman maupun tekanan," ujar Ketua LPSK.
LPSK, tutur Hasto Atmojo Suroyo, memiliki program prioritas nasional yang disebut program Perlindungan Berbasis Komunitas yang di dalamnya berisikan para relawan yang dinamai Sahabat Saksi dan Korban.
"Sudah ada enam provinsi di tahun pertama ini kami lakukan sosialisasi maupun pelatihan, termasuk kini di Jabar. Saya melihat Jabar ini provinsi dengan jumlah penduduk paling besar di Indonesia dan faktanya permohonan ke kami untuk kasus-kasus pidana paling banyak," tutur Hasto Atmojo.
LPSK sendiri menangani 9 tindak pidana prioritas, di antaranya pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat, terorisme, korupsi, perdagangan orang, kekerasan seksual, penyiksaan dan penganiayaan, serta tindak pidana pencucian uang yang biasanya berkorelasi dengan kasus korupsi.
Namun, di luar tindak pidana tersebut, LPSK juga tetap bisa memberikan perlindungan bagi masyarakat yang terancam jiwanya. Karenanya, tambah Hasto, pihaknya sangat berharap masyarakat berperan serta dalam upaya perlindungan terhadap saksi dan korban.
"Kami membuka kesempatan seluas-luasnya kepada seluruh lapisan masyarakat dari segala latar belakang untuk bisa membantu dan memperpendek akses dari masyarakat ke LPSK," ucapnya.
Editor: Agus Warsudi