Labkesda Jabar Pastikan Hasil Uji Sampel Makanan Penyebab Keracunan Massal di Cimahi Keluar Jumat

BANDUNG, iNews.id - Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) Jawa Barat memastikan hasil uji laboratorium atas sampel makanan yang diduga menjadi penyebab keracunan massal di Cimahi, keluar pada Jumat (28/7/2023). Saat ini penelitian masih berlangsung.
Kepala Labkesda Jabar Ryan Bayu Santika mengatakan, sampel makanan tersebut baru diterima pada Rabu (26/7/2023). "Hasil (uji laboratorium sampel makanan yang diduga menjadi penyebab keracunan massal di Kota Cimahi) keluar besok," ucap Kepala Labkesda Jabar, Kamis (27/7/2023).
Ryan Bayu Santika menyatakan, hasil pemeriksaan sampel makanan tersebut akan diserahkan kepada Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Cimahi. "Itu (hasil uji laboratorium) pun kami kirimkan ke Dinkes Cimahi dulu. Nanti 1 pintu ya oleh Kadinkes Cimahi Bu Mulyati," ujar Ryan Bayu Santika.
Proses pemeriksaan sampel makanan penyebab keracunan itu, tutur Kepala Labkesda Jabar, diteliti dari mikrobiologi lingkungan. Setelah itu, ada proses pengujian beberapa zat kimia yang mungkin terkandung dalam sampel makanan.
"Mikroorganisme yang mungkin tumbuh di makanan atau minuman. Lalu zat-zat kimia yang mungkin mengontaminasi makanan atau minuman itu," tutur dia.
Diketahui, peristiwa keracunan massal tersebut terjadi dalam acara reses anggota DPRD Kota Cimahi dari Fraksi PPP digelar di GOR Padasuka, Kecamatan Cimahi Tengah, Kota Cimahi, pada Sabtu (22/7/2023).
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Cimahi Dwihadi Isnalini mengatakan, jumlah warga Kota Cimahi yang mengalami keracunan nasi boks reses anggota DPRD Kota Cimahi itu sebanyak 326 orang.
"Berdasarkan data yang kami terima, ada 326 yang terdampak, dengan yang dirawat inap ada 198, sementara sisanya rawat jalan," kata Dwihadi Isnalini, Selasa (25/7/2023).
Dwihadi memastikan, seluruh pembiayaan pengobatan dari korban keracunan makanan ini, ditanggung oleh Pemerintah Kota Cimahi menggunakan APBD, mengingat statusnya yang kini merupakan Kejadian Luar Biasa (KLB).
"Kami mengikuti aturan yang berlaku. Kenapa pembiayaan daerah bukan dari sumber lain, seperti BPJS Kesehatan, karena setahu saya jika ada kejadian seperti KLB ini, tidak bisa ditanggung. Kami mempersiapkan lah segala sesuatunya di awal. Yang penting masyarakat tertolong dulu," ujar Dwihadi Isnalini.
Editor: Agus Warsudi