Setelah memakai jubah Rasul, Pangeran Patih Raja Muhammad Qodiran memimpin arak-arakan atau pawai yang diikuti La Nyalla, kerabat keraton hingga para abdi dalem. Pawai tersebut dari langgar alit menuju Masjid Agung Keraton Kanoman.
Selawat nabi selalu dikumandangkan dalam mengiringi pawai. Para abdi dalem terlihat membawa 'nasi jimat'. Di dalam masjid dilakukan prosesi pembacaan Maulid Barzanji oleh Penghulu Kesultanan Kanoman.
Menurut Ratu Arimbi, Panjang Jimat pada dasarnya mengacu pada 'nasi jimat'. Ini adalah nasi spesial, karena dikupas satu per satu dari gabah menjadi beras sambil melantunkan selawat Nabi SAW.
Setelah menjadi beras, kemudian dicuci atau dipususi di Sumur Bandung, dengan tetap melantunkan selawat. Proses mengupas gabah dan mengolahnya menjadi 'nasi jimat' dilakukan abdi dalem perempuan yang suci dengan menjaga wudhu.
Panjang Jimat juga memberi makna bahwa malam itu sebagai malam keutamaan dan agung, malam yang bersejarah. Ini sekaligus jadi malam dilahirkannya manusia suci yang kelak memberi syafa’at kepada umat manusia.
Editor : Maria Christina