get app
inews
Aa Text
Read Next : Korban Video Mesum Intip Celana Dalam Perempuan di Bandung Diduga Lebih dari 10 Orang

Kota yang Menggunakan Bahasa Sunda, Mayoritas di Priangan Barat dan Timur

Jumat, 06 Januari 2023 - 08:09:00 WIB
Kota yang Menggunakan Bahasa Sunda, Mayoritas di Priangan Barat dan Timur
Anak-anak Sunda bermain permainan tradisional oray-orayan. (FOTO: ISTIMEWA)

BANDUNG, iNews.id - Provinsi Jawa Barat (Jabar), identik dengan etnis Sunda. Tentu bahasa mayoritas yang digunakan masyarakatnya pun bahasa Sunda

Namun tidak semua daerah di Jawa Barat menggunakan bahasa Sunda yang dalam ilmu linguistik masuk rumpun bahasa Melayu-Polinesia, di pergaulan sehari-hari. 

Terdapat pula beberapa daerah yang mayoritas penduduknya justru menggunakan Bahasa jawa khas setempat. Ada juga daerah yang sebagian penduduknya menggunakan bahasa Betawi. 

Sebut saja, Kota dan Kabupaten Cirebon yang mayoritas masyarakatnya menggunakan bahasa Jawa Cirebonan. Begitu juga dengan masyarakat Kabupaten Indramayu, menggunakan bahasa Jawa khas Indramayuan.

Sedangkan warga Kota/Kabupaten Bekasi dan Depok, lebih banyak menggunakan bahasa Betawi dalam pergaulan. Begitu juga Kota dan Kabupaten Bogor.

Di Bogor, terdapat beberapa kawasan, terutama yang berbatasan dengan Kabupaten Bekasi dan Kota Depok yang mayoritas warganya justru menggunakan bahasa Betawi, bukan Sunda.

Awalnya Bahasa Sunda tidak mengenal tingkatan atau undak usuk. Namun setelah Kerajaan Mataram Islam pada abad ke-15 Masehi, menaklukkan beberapa kerajaan di Tatar Pasundan, Bahasa Sunda, terutama di wilayah Priangan Barat dan Timur, terpengaruh oleh budaya Jawa. 

Bahasa Sunda selanjutnya mengenal tingkatan atau undak usuk bahasa, ada istilah bahasa lemes atau halus, loma atau lancaran, dan kasar. 

Undak usuk ini diterapkan oleh masyarakat Sunda di wilayah Priangan barat, terutama Kota/Kabupaten Bandung, Cimahi, dan Bandung Barat. Juga masyarakat di Priangan timur, yaitu, Kota/Kabupaten Tasikmalaya, Garut, Ciamis, Pangandaran, dan Kota Banjar.

Walaupun umumnya Bahasa Sunda memiliki kesamaan, namun masing-masing daerah punya ciri khas dalam pengucapan atau dialek. Bahkan beberapa kosa kata dalam Bahasa Sunda terdapat perbedaan di masing-masing daerah.  

Bahasa Sunda terbagi dalam enam dialek. Pertama, dialek utara, yaitu, Bahasa Sunda yang dituturkan oleh masyarakat Sunda di sepanjang utara Jawa Barat, seperti di Karawang (kecuali Batujaya, Pakisjaya dan Cilamaya), Subang, dan sebagian utara Purwakarta.

Kedua, dialek barat atau kulon, tergolong Bahasa Sunda kasar karena tidak mengenal undak usuk seperti Bahasa Sunda di Priangan. Dialek ini dituturkan di daerah Banten dan sebagian barat dari Kabupaten Bogor khususnya daerah Jasinga Raya serta sebagian barat dan utara Kabupaten Sukabumi.

Ketiga, dialek selatan dituturkan di Kabupaten Sukabumi bagian selatan, Cianjur, Kabupaten Bogor selatan dan tenggara, Kota Bogor, Kabupaten Tasikmalaya dan Garut sebagian selatan dan barat Kabupaten Bandung.

Keempat, dialek tengah timur dituturkan di wilayah Majalengka dan bagian selatan Indramayu.

Kelima, dialek timur laut dituturkan di daerah Kuningan dan bagian selatan dari Cirebon dan sebelah tenggara Indramayu.

Keenam, dialek tenggara dituturkan oleh masyarakat Sunda di daerah Ciamis, Banjar, Pangandaran, Cimahi, Kota Bandung dan sebelah timur Kabupaten Bandung. Bahasa Sunda dialek Tenggara merupakan bahasa Sunda yang tergolong halus karena mengenal undak usuk.

Lantas, daerah mana saja di Jawa Barat yang mayoritas penduduknya menggunakan bahasa Sunda sebagai sarana berkomunikasi dalam pergaulan?

Berikut ulasan tentang daerah-daerah di Jawa Barat yang masyarakatnya menggunakan bahasa Sunda:

1. Priangan Barat

Priangan barat merupakan kawasan yang terdiri atas, Kota/Kabupaten Bandung, Cimahi, dan Kabupaten Bandung Barat. Kawasan ini kerap juga disebut Bandung Raya.

Mayoritas masyarakat di wilayah ini menggunakan bahasa Sunda dalam pergaulan sehari. Para pendatang atau perantau dari daerah atau provinsi lain mau tidak mau harus bisa menggunakan bahasa Sunda atau minimal mengerti.

Bahasa Sunda di Priangan Barat dikenal halus. Ini terjadi akibat penaklukan Bandung oleh Kerajaan Mataram Islam pada abad ke-15 Masehi. Selain menaklukkan wilayah, Mataram juga mengubah budaya tutur masyarakat Priangan Barat, terutama Kota/Kabupaten Bandung.

Selama Mataram berkuasa, orang Sunda mengenal atau kasarnya dipaksa mematuhi undak usuk atau tingkatan bahasa tutur. Padahal sebelumnya, orang Sunda yang cenderung egaliter, tidak mengenal undak usuk tersebut.

Bahasa Sunda lemes atau halus yakni, bahasa yang digunakan saat berbicara dengan orang yang lebih tua atau dihormati. Berbeda jika berbicara dengan teman sebaya atau lebih muda. 

Penggunaan bahasa Sunda saat berbicara dengan yang lebih tua dan dihormati terdengar sopan dengan intonasi halus dan lembut.

Misal, anak berbicara kepada orang tua, wajib menggunakan bahasa Sunda halus. Ketika anak-anak berbicara kepada orang tuanya dengan bahasa Sunda kasar terdengar tidak sopan.

Sampai saat ini, undak usuk bahasa masih bertahan, terutama di Bandung Raya.  Namun harus diakui, kini undak usuk dalam bahasa Sunda mulai terkikis. 

Penyebabnya, orang tua tidak mengajarkan bahasa lemes atau halus kepada anak-anak mereka. Sementara, anak-anak lebih fasih menggunakan basaha Sunda kasar dari pergaulan sehari-hari.

Akibatnya, bahasa Sunda kasar justru lebih banyak digunakan anak-anak, baik di rumah maupun di pergaulan. Upaya untuk mempertahankan agar undak usuk bahasa Sunda tetap bertahan telah dilakukan Pemprov Jabar dengan memasukkan mata pelajaran Bahasa Sunda di sekolah dasar (SD). 

Dalam mata pelajaran itu, anak-anak dikenalkan dengan undak usuk bahasa Sunda. Uniknya, banyak anak yang kedua orang tuanya beretenis Sunda yang justru mendapatkan nilai kurang bagus bahkan jelek di mata pelajaran itu. Padahal mereka menggunakan bahasa Sunda di rumah dan dalam pergaulan sehari-hari.

2. Priangan Timur

Daerah yang mayoritas masyarakatnya menggunakan bahasa Sunda adalah Priangan Timur. Kabupaten dan kota yang berada di kawasan Priangan Timur, antara lain, Kota/Kabupaten Tasikmalaya, Garut, Sumedang, Ciamis, Pangandaran, dan Kota Banjar.

Warga di kawasan Priangan Timur juga mengenal undak usuk bahasa Sunda. Sebab, kawasan ini juga dulu menjadi wilayah penaklukan Mataram Islam. 

Terutama Kabupaten Tasikmalaya. Sebelum berganti nama Kabupaten Tasikmalaya, daerah ini dikenal dengan nama Sukapura. 

Kerajaan Sukapura yang berdiri di Manonjaya, Tasikmalaya, terbentuk dan diresmikan setelah perang antara Dipati Ukur dengan Raden Wirasangsa. 

Dipati Ukur diperangi lantaran dianggap memberontak terhadap kekuasaan Kerajaan Mataram. Kerajaan Sukapura awalnya adalah umbul Sukakerta yang ibu kotanya Dayeuh Tengah. 

Umbul Sukakerta berada di bawah kekuasaan Kerajaan Mataram. Umbul Sukakerta ini dipimpin oleh Raden Wirawangsa. Pada masa itu Dipati Ukur diperintahkan oleh Sultan Agung untuk menyerang Batavia bersama tentara-tentara Mataram yang dipimpin Tumenggung Bahurekso. 

Pada peperangan ini, Dipati Ukur membawa sembilan umbul termasuk Umbul Surakerta. Dalam peperangan tersebut Dipati Ukur gagal membawa kemenangan. 

Karena itu, dia bersama sebagian tentaranya melarikan diri ke Gunung Pongporang di kawasan utara Bandung, dekat Gunung Bukit Tunggul, saat ini berada di wilayah Kabupaten Bandung Barat (KBB).

Akibat tindakannya ini, Dipati Ukur dianggap sebagai pemberontak oleh Kerajaan Mataram. Kerajaan Mataram kemudian memerintahkan penangkapan terhadap Dipati Ukur. 

Kerajaan Mataram memerintahkan Raden Wirawangsa dalam penumpasan para pemberontak ini. Raden Wirawangsa pun melaksanakan perintah dari kerajaan dan berhasil menumpas Dipati Ukur bersama para pengikutnya.

Karena jasanya, Raden Wirawangsa mendapatkan gelar Raden Tumenggung Wiradadaha dari Sultan Agung Mataram dan diangkat menjadi Bupati Sukapura pertama yang membawahi 300 desa dan 12 kewedanaan. Pengangkatan Raden Wirawangsa ini dikukuhkan dalam Piagam Mataram.

Tak heran jika Tasikmalaya dan wilayah di sekitarnya, seperti Ciamis, Pangandaran, dan Banjar terpengaruh oleh budaya Mataram Islam, termasuk undak usuk bahasa Sunda.

Khusus Kota Banjar yang wilayahnya berbatasan dengan Kabupaten Cilacap, tak sedikit masyarakatnya yang menggunakan bahasa Jawa. Beberapa permukiman pendudukan di kota ini memang dihuni oleh masyarakat beretnis Jawa.

Karena jangan heran jika di Kota Banjar banyak juga warga yang menggunakan bahasa Jawa bercampur Sunda dalam berkomunikasi.

3. Purwakarta-Subang-Karawang

Kawasan Purwakarta-Subang-Karawang (Purwasuka). Mayoritas masyarakat di Kabupaten Purwakarta menggunakan bahasa Sunda dalam pergaulan sehari-hari. Begitu juga Karawang dan Subang.

Namun, khusus Kabupaten Subang, penggunaan bahasa Sunda lebih dominan digunakan masyarakat di kawasan selatan dan timur yang berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat (KBB) dan Sumedang.

Sementara, warga di kawasan Subang utara bercampur dengan bahasa Jawa khas Subang. Bahasa Jawa di Subang utara lebih mirip bahasa Indramayu.

Begitu juga Karawang utara berbatasan dengan Subang, seperti Batujaya, Pakisjaya dan Cilamaya. Banyak juga masyarakat di tiga wilayah itu yang menggunaan Jawa pantura. Sedangkan warga Subang yang dekat Bekasi, sebagian menggunakan bahasa Betawi dalam pergaulan sehari-hari. 

4. Bogor-Bekasi-Cianjur-Sukabumi

Daerah yang mayoritas penduduknya menggunakan bahasa Sunda dalam pergaulan sehari-hari berikutnya adalah Bogor-Bekasi-Cianjur-Sukabumi.

Masyarakat Kota/Kabupaten Bogor, Kabupaten Bekasi, Kota/Kabupaten Sukabumi dan Cianjur mayoritas menggunakan bahasa Sunda dalam berkomunikasi informal. 

Bahasa Sunda di Kota Bogor, Sukabumi, dan Cianjur hampir mirip dengan yang digunakan masyarakat di Priangan Barat dan Timur. 

Di Kabupaten Bekasi, sekitar 60 persen warganya menggunakan bahasa Sunda. Sedangkan sekitar 40 persen bahasa Betawi. Dalam istilah masyarakat Bekasi, Betawi ora.

Sementara, bahasa Sunda Kabupaten Bogor dan Kabupaten Sukabumi, terutama yang berdekatan dengan Provinsi Banten, seperti Jampang Kulon, bahasa Sunda yang mereka gunakan cenderung mirip bahasa Sunda di Banten.

Bahasa Sunda di kawasan Jampang Kulon lebih egaliter. Kurang mengenal undak usuk bahasa dan intonasi. Pengucapan bahasa Sunda di daerah juga berbeda dengan masyarakat Priangan.

Mereka lebih lugas dalam bertutur. Sedangkan masyarakat di Priangan lebih lembut dan halus dalam menuturkan bahasa Sunda. Apalagi jika sudah berkenaan dengan undak usuk.

Beberapa kata baik benda maupun kerja, antara Sunda Jampang berbeda dengan bahasa Sunda di Priangan. Ini mungkin terjadi karena kawasan Jampang Kulon tidak terlalu terpengaruh oleh kekuasaan Mataram Islam kala itu.

5. Ciayumajakuning

Cirebon-Indramayu-Majalengka-Kuningan (Ciayumajakuning). Kawasan ini berada di utara Jawa Barat. Dulu, daerah itu disebut wilayah III Jabar. 

Masyarakat di dua daerah Ciayumajakuning, yaitu Majalengka dan Kuningan, mayoritas menggunakan bahasa Sunda. Sedangkan Kota/Kabupaten Cirebon dan Indramayu, mayoritas menggunakan bahasa Jawa.

Walaupun masyarakat Cirebon dan Indramayu menggunakan bahasa Jawa Cirebonan dan Indramayuan, tetapi tak sedikit warga di kawasan itu menggunakan bahasa Sunda.

Di Kabupaten Indramayu dan Cirebon terdapat beberapa kampung yang mayoritas penduduknya beretnis Sunda. Mereka menggunakan bahasa Sunda dalam berkomunikasi.

Editor: Agus Warsudi

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya

iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut