Kerajaan Munggaran di Jawa Barat, Nyaeta? Tarumanagara
BANDUNG, iNews.id - Kerajaan munggaran di Jawa Barat nyaeta? Kalimat pertanyaan dalam Bahasa Sunda ini jika diartikan dalam Bahasa Indonesia berarti, kerajaan pertama atau awal di Jawa Barat, yaitu?
Jawaban untuk pertanyaan tersebut, berdasarkan catatan sejarah, kerajaan pertama di Jawa Barat adalah Tarumanagara atau Kerajaan Tarum. Nagara dalam Bahasa Sunda berarti kerajaan. Sedangkan Tarum merujuk kepada Sungai Citarum.
Dihimpun dari berbagai sumber, Tarumanagara merupakan kerajaan tertua kedua di Nusantara, setelah Kutai. Tarumanagara mencapai puncak kejayaan atau zaman keemasan saat dipimpin oleh Purnawarman pada abad V hingga awal VI Masehi.
Kerajaan ini berdiri sekitar akhir abad III atau awal abad IV setelah runtuhnya Salakanagara atau Kerajaan Perak. Jadi sebelum Tarumanagara, di wilayah Jawa bagian barat telah berdiri Salakanagara atau Kerajaan Perak. Salakanagara diperkirakan berdiri antara abad I-II Masehi atau 130-131 Masehi.
Namun Salakanagara tidak sebesar, semakmur, semashur, dan sejaya Tarumanagara. Salakanagara dipimpin oleh Dewawarman. Letak Salakanagara atau Kerajaan Perak pun masih menjadi perdebatan sampai saat ini.
Ada yang menyebut Salakanagara berada di Pandeglang, hingga Merak, Banten. Hal ini merujuk kepada nama Pandeglang yang merupakan paduan dua kata Bahasa Sunda, pande dan geulang, artinya, pembuat gelang. Sedangkan Merak diartikan sebagai perak.
Sebagian pakar menduga Salakanagara berada di kaki Gunung Salak yang berada di antara dua wilayah Kabupaten Cianjur dan Sukabumi. Dugaan Salakanagara berada di kaki Gunung Salak karena nama Salaka.
Sejarah Tarumanagara
Setelah Kerajaan Salakanagara runtuh, berdiri Tarumanagara. Tarumanagara didirikan oleh pendatang dari India yang mengungsi ke Tanah Jawa untuk mencari perlindungan kepada Raja Dewawarman VIII, penguasa Salakanagara, karena kerajaan mereka, Palawa dan Salankayana diserang oleh Maharaja Gupta dari Kerajaan Magada.
Raja Dewawarman VIII pun memberikan perlindungan dan sebidang tanah di tepi Sungai Citarum untuk dijadikan permukiman baru bagi para pedatang dari India yang dipimpin oleh Maharesi Jayasingawarman tersebut.
Permukiman para pengungsi dari India itu diberi nama Tarumadesya yang artinya, desa di tepi Sungai Citarum. Ternyata, Tarumadesya berkembang pesat, sehingga Jayasingawarman membentuk kerajaan yang dinamakan Tarumanagara atau Kerajaan Tarum.
Berdasarkan naskah Wangsakerta, Tarumanagara diperkirakan berdiri pada awal abad IV atau tahun 358 Masehi. Kerajaan ini didirikan oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman.
Agama mayoritas yang dianut raja-raja dan rakyat Tarumanagara adalah Hindu Siwa. Namun berkembang pula agama Buddha dan animisme dan dinamisme serta kepercayaan nenek moyang masyarakat Sunda kala itu.
Wilayah kekuasaan Tarumanagara, hampir mencakup seluruh Jawa bagian barat dan sebagian kecil Jawa Tengah. Hal ini mengacu kepada penyebutan Purwalingga yang diyakini sebagai Purbalingga di Jawa Tengah saat ini.
Pelabuhan Sunda Kelapa merupakan salah satu wilayah kekuasaan Tarumanagara dibuktikan dengan ditemukannya Prasasti Tugu, Cilincing, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Kemudian, sebagian besar wilayah Banten. Bukti Tarumanagara menguasai Banten adalah prasasti Cidanghiang di Pandeglang.
Para pakar ilmu purbakala menyebutkan, Tarumanagara atau Kerajaan Tarum berdiri di antara Sungai Citarum dan Cisadane. Diperkirakan, Tarumanagara berlokasi di Kota/Kabupaten Bogor saat ini. Hal ini mengacu kepada ditemukannya sejumlah prasasti di kedua daerah itu.
Semua prasasti yang ditemukan menggunakan Bahasa Sansekerta dengan huruf Palawa. Ini menandakan, Tarumanagara didirikan oleh pendatang dari India.
Silsilah Raja-raja Tarumanagara
Raja-raja yang pernah memegang tahta Tarumanagara antara lain:
1. Jayasingawarman (358-382 Masehi)
2. Dharmayawarman (382-395 Masehi)
3. Purnawarman (395-434 M)
Raja Purnawarman berhasil membawa Tarumanagara ke masa keemasan. Dia membangun ibu kota baru pada 397 Masehi dekat pantai yang diberi nama Sundapura. Nama Sunda sudah mulai digunakan pada masa ini sebagai sebutan yang lebih singkat dari ibu kota kerajaan.
Pustaka Nusantara menyebutkan, di bawah kepemimpinan Purnawarman, Tarumanagara menaklukkan 48 raja daerah yang membentang dari Rajatapura, Teluk Lada, Pandeglang, Banten, hingga Purwalingga yang kemungkinan besar Purbalingga, Jawa Tengah, saat ini.
Purnawarman merupakan Raja Tarumanagara paling berpengaruh dan disegani, baik oleh rakyat maupun musuhnya. Raja ketiga Tarumanagara ini berhasil membangun infrastruktur pertanian, irigasi, pelayaran, ekonomi, perdagangan, dan keagamaan. Selain itu, Purnawarman juga telah berhasil menjalin hubungan diplomatik dengan Cina.
4. Wisnuwarman (434-455 Masehi)
5. Indrawarman (455-515 Masehi)
6. Candrawarman (515-535 Masehi)
7. Suryawarman (535-561 Masehi)
8. Kertawarman (561-628 Masehi)
9. Sudhawarman (628-639 Masehi)
10. Hariwangsawarman (639-640 Masehi)
11. Nagajayawarman (640-666 Masehi)
12. Linggawarman (666-669 Masehi)
Linggawarman memiliki dua putri, yaitu Manasih dan Sobakancana. Putri bungsunya, Sobakancana menjadi istri Dapunta Hyang, pendiri kerajaan Sriwijaya. Sedangkan Manasih, putri sulung, menikah dengan Tarusbawa yang kemudian menggantikan Linggawarman pada 669.
13. Tarusbawa (669-723 Masehi)
Tarusbawa adalah menantu Linggawarman. Di bawah kepemimpinan Tarusbawa, Tarumanagara kemudian diganti menjadi Kerajaan Sunda pada 670.
Sejak Tarusbawa bertakhta, nama Tarumanagara tenggelam berganti dengan Kerajaan Sunda. Para pakar menyimpulkan, Tarumanagara tidak runtuh, tetapi berganti nama saja. Kekuasaan kerajaan Sunda meluas ke timur, masih di wilayah Jawa bagian barat.
Prasasti Tarumanagara
Prasasti peninggalan Purnawarna diberi nama berdasarkan lokasi penemuannya, yaitu Prasasti Ciaruteun, Prasasti Pasir Koleangkak, Prasasti Kebon Kopi, Prasasti Tugu, Prasasti Pasir Awi, Prasasti Muara Cianten, dan Prasasti Cidanghiang. Prasasti-prasasti itu menyebutkan nama raja yang berkuasa adalah Purnawarman.
1. Prasasti Muara Cianten atau Ciaruteun A
Prasasti ini ditemukan di Muara Cianten, Kampung Muara, Desa Ciaruteun, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Prasasti Ciaruteun ditemukan pada 1864 oleh NW Hoepermans dan beberapa arkeolog. Ukuran Prasasti Muara Cianten sekitar 2,7X1,4X1,4 meter dari batu andesit.
Sampai saat ini isi prasasti ini belum dapat dibaca sebab menggunakan huruf sangkha atau ikal seperti di Prasasti Pasir Awi dan Ciaruteun B. Terdapat ukiran laba-laba, telapak kaki, dan sajak beraksara Palawa dalam bahasa Sanskerta. Namun berdasarkan pembacaan Poerbatjaraka, prasasti ini berbunyi:
“Ini (bekas) dua kaki, yang seperti kaki Dewa Wisnu, ialah kaki Yang Mulia Sang Purnawarman, raja di negeri Taruma, raja yang gagah berani di dunia”.
2. Prasasti Jambu atau Koleangkak
Prasasti Jambu ditemukan di Desa Parakanmuncung, Kecamatan Nanggung, Leuwiliang, Kabupaten Bogor, tepatnya di Perkebunan Karet Sadeng Djamboe atau 30 kilometer (km) sebelah barat Kota Bogor. Peninggalan Tarumanagara dari abad ke-V ini ditemukan pada masa penjajahan Belanda, Prasasti ini tepatnya pada 1854 oleh Jonathan Rigg.
Tulisan pada prasasti ini dipahat pada batu menyerupai segitiga berukuran sekitar 2-3 meter di tiap sisinya. Tertulis dalam huruf Pallawa dengan bahasa Sanskerta dan terdapat pahatan sepasang telapak kaki.
“Gagah, mengagumkan dan jujur terhadap tugasnya adalah pemimpin yang tiada taranya – Yang Termashur Sri Purnnawarman – yang sekali waktu (memerintah) di Taruma, dan yang baju zirahnya terkenal tidak dapat ditembus senjata musuh. Ini adalah sepasang telapak kakinya yang senantiasa berhasil menggempur kota-kota musuh, hormat kepada para pangeran, tetapi merupakan duri dalam daging bagi musuh-musuhnya”.
Dapat disimpulkan bahwa isinya adalah:
“Tapak kaki ini adalah tapak kaki Sri Purnawarman raja Tarumanagara. Baginda termasyhur gagah berani, jujur dan setia menjalankan tugasnya, dan tak ada taranya. Baginda selalu berhasil membinasakan musuh-musuhnya. Baginda hormat kepada para pangeran tetapi sangat ditakuti oleh musuh-musuhnya, serta melindungi mereka yang memberikan bantuan kepadanya”.
3. Prasasti Pasir Awi
Ditemukan di Pasir Awi, Kabupaten Bogor. Dalam prasasti ini juga terdapat gambar telapak kaki dan tulisan ikal. Namun, sayangnya isi dari prasasti ini belum dapat disimpulkan oleh para ahli.
4. Prasti Kebon Kopi
Prasasti Kebon Kopi ditemukan di Kampung Muara Hilir, Cibungbulan, Bogor. Berikut isi prasasti tersebut: “Telapak kaki seperti telapak kaki airawata. Airawata adalah gajah kendaraan Dewa Indra. Inilah telapak kaki penguasa negara Taruma yang agung.”
5. Prasasti Tugu
Prasasi ini ditemukan di Tugu, daerah Cilincing, DKI Jakarta dekat perbatasan Bekasi. Isi Prarasti Tugu berbunyi:
“Dahulu sungai yang bernama candra bhaga telah (disuruh) gali oleh Maharaja Purnamarwan. Maharaja yang mulia mempunyai lengan yang kuat. Setelah sampai ke istana kerajaan yang termasyhur, sungai dialirkan ke laut.”
“Purnawarman memerintahkan menggali sungai yang permai bersih jernih. Pekerjaan ini dimulai pada hari yang baik tanggal 8 paro petang bulan Phalguna dan selesai pada tanggal 13 paro terang bulan Caitra, hanya 21 hari. Panjang galian itu 6.122 tumbak. Upacara atau selamatan yang dilaksanakan oleh para Brahmana disertai 1.000 ekor sapi yang dikorbankan.”
Penggalian sungai tersebut dilakukan untuk mengendalikan banjir dan membantu usaha pertanian yang diperkirakan berada di wilayah Jakarta saat ini. Sungai tersebut adalah Sungai Candrabaga.
6. Prasasti Lebak (Cidanghiang)
Prasasti Cidanghiang ditemukan di Kampung Lebak, tepi Sungai Cidanghiang, Kecamatan Munjul, Kabupaten Pandeglang, Banten. Prasasti ini juga disebut prasasti Cidanghiang atau prasasti Munjul.
Isi prasasti ini merupakan pujian dan pengagungan terhadap raja Purnawarman. Prasasti ini pertama kali ditemukan pada tahun 1947 oleh Toebagus Roesjan dan diteliti pada tahun 1947.
Seperti prasasti sebelumnya, Prasasti Cidanghiang menggunakan huruf Palawa, Bahasa Sansekerta. “inilah tanda keperwiraan yang mulia Purnawarman. Baginda seorang raja yang agung dan gagah berani. Baginda seorang raja dunia dan menjadi panji sekalian raja”.
Prasasti ini juga memuat batas-batas kerajaan Tarumanegara, yakni: sebelah barat berbatasan dengan laut, sebelah selatan juga berbatas dengan laut, sebelah timur dengan sungai Citarum dan sebelah utara dengan daerah Karawang.
7. Situs Pasir Angin
Situs ini terletak di Desa Cemplang, Kecamatan Cibungbulang, Bogor, berada di bukit kecil di sebelah utara daerah aliran Sungai Cianten yang mengalir dari selatan ke utara. Di bukit tersebut terdapat monolitik setinggi 1,2 meter.
Di sini, ditemukan berbagai artefak seperti: tembikar, porselen, kemarik dari batuan, artefak kaca, perunggu, besi, dan emas. Salah satu artefak tersebut adalah topeng emas.
8. Prasasti Ciaruteun B
Lokasi Prasasti Ciaruteun di Desa Ciaruteun, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor ditemukan di aliran Sungai Ciaruteun, Bogor pada 1863, prasasti ini terbagi menjadi dua bagian yaitu Prasasti Ciaruteun A yang tertulis dengan bahasa Sanskerta dan aksara Pallawa terdiri atas 4 baris puisi India (Irama Anustubh) dan Prasasti Ciaruteun B berisikan goresan telapak kaki dan motif laba-laba yang belum diketahui maknanya.
Menurut juru kunci Prasasti Ciaruteun, simbol laba-laba di prasasti tersebut menandakan Raja Purnawarman gagah perkasa dan berkuasa. Prasasti ini memiliki ukuran 2 meter dengan tinggi 1.5 meter, berbobot 8 ton.
Baris pertama: vikkrantasya vanipateh
Baris kedua: srimatah purnnavarmmanah
Baris ketiga: tarumanagarendrasya
Baris keempat: visnor=iva padadvayam
Artinya:
“Inilah sepasang (telapak) kaki, yang seperti (telapak kaki) Dewa Wisnu, ialah telapak kaki Yang Mulia Purnnawarman, raja di negara Taruma (Tarumanagara), raja yang gagah berani di dunia”.
Editor: Agus Warsudi