Kemenag Kabupaten Bandung Klaim Tidak Ada Pencabulan Santriwati di Ponpes Katapang

JAKARTA, iNews.id - Kantor Kementerian Agama (Kemanag) Kabupaten Bandung mengklaim tidak ada pelecehan seksual terhadap santriwati oleh oknum pimpinan pondok pesantren (ponpes) di Katapang, Bandung. Klaim itu disampaikan karena ponpes tersebut tidak melakukan pemondokan bagi santri laki-laki dann perempuan.
Berdasarkan surat yang diterima MNC Portal Indonesia melalui Kepala Subdirektorat Pendidikan Pesantren Basnang Said menyatakan bahwa para santri belajar mengaji dengan sistem pulang dan pergi. Mereka datang pada sore hari dan pulang malam sekitar pukul 20.30 WIB.
"Pemberitaan yang menyatakan ada pencabulan atau pelecehan seksual terhadap sekian santri di lingkup pondok pesantren pada bulan Agustus 2022 ini tidak benar adanya. Karena di pesantren tersebut tidak ada santri yang mondok," dikutip dalam surat yang ditandatangani Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Bandung H Abdurrahim, Jumat (19/8/2022).
Surat tersebut juga menerangkan bahwa ponpes itu telah terdaftar di Kemenag Kabupaten Bandung pada 2014. Namun sampai 2022 belum terupdate di EMIS (Education Management Information System) dan juga belum melakukan pemutakhiran data ponpes.
Kemenag Kabupaten Bandung mengatakan, benar pimpinan ponpes yang dilaporkan ke Polrestra Bandung. Hingga saat ini sedang dalam proses penyidikan.
"Suasana di pondok pesantren sampai saat ini berjalan sebagaimana biasa dan yang mengajar santri adalah putra dari bapak KH Nimat Rahmatilah. Warga atau masyarakat pun di lingkungan pondok pesantren tidak mengetahui pemberitaan tersebut," ujar dia.
Sebelumnya diberitakan, seorang santriwati mengaku menjadi korban pencabulan yang dilakukan oleh oknum pimpinan ponpes di Kecamatan Katapang, Kabupaten Bandung. Korban bersama kuasa hukumnya mendatangi Mapolresta Bandung untuk membuat laporan.
Korban mengaku dilecehkan sejak 2016 atau saat masih berusia 14 tahun. Modus pelaku melakukan pelecehan, memanggil santriwati untuk membersihkan ruangan. Saat di dalam ruangan, korban dicabuli.
Editor: Agus Warsudi