Kejar Asa dengan Hasta Karya, Kaum Difabel Purwakarta Bangkit di Masa Pandemi

PURWAKARTA, iNews.id - Keterbatasan fisik tak membuat seorang penyandang difabel di Purwakarta, patah semangat. Apalagi di masa pandemi seperti sekarang tak ada dalam kamusnya untuk menyerah dan hanya menunggu belas kasihan orang.
Di tengah terjangan pandemi ini, seorang pria difabel, Aep Saefudin (40) warga Kampung Cibentar, Kecamatan Pasawahan, Kabupaten Purwakarta, mampu tetap bertahan, bahkan bangkit dengan kemampuan mumpuni yang dimiliknya. Di tengah keterbatasan fisik, Aep ternyata memiliki kemampuan luar biasa dalam mengolah limbah bambu atau kayu menjadi sebuah karya seni.
Sejumlah karya seni seperti miniatur perahu pinisi termasuk menjadi andalan, selain karya-karya lain yang memiliki nilai seni yang cukup tinggi. Dengan karyanya itu, Aep mampu menghidupi keluarga dan kedua orang tuanya.
Ditopang dengan dua tongkat, Aef terlihat akan memulai aktivitasnya, membuat miniatur perahu pesanan dari sebuah perusahaan BUMN di wilayah Bogor. Tangan kokohnya yang mengenggam golok begitu terampil membelah sejumlah bambu sebagai bahan miniatur perahu pinisi.
Setelah cukup mempersiapkan bahan, Aef kemudian memulai membuat rangka perahu. Dengan teliti dia menyambungkan satu persatu bambu yang sudah ditipiskan dengan menggunakan lem.
Tak lama, sebuah miniatur perahu setengah jadi selesai dikerjakannya. Selanjutnya perahu setengah jadi dipoles dengan pernis, sebagai warna dasar hingga menunggu kering.
Menurut Aef, awal mula menggeluti dunia hasta karya ini ketika berhenti bekerja dari sebuah percetakan di Bandung, yang bangkrut pada tahun 2011. Melihat banyak limbah bambu dan kayu yang tidak dimanfaatkan, kemudian Aef mencoba membuat sangkar burung, karena memang dia suka memelihara burung dan saat itu banyak yang sedang gandrung memelihara memelihara burung berkicau.
Di luar dugaan, hasil karyanya itu banyak diminati orang, meski masih terbatas karena terbentur masalah produksi. Akan tetapi di luar dugaan penjualan sangkar burungnya hingga ke luar Jawa Barat.
"Pada waktu itu banyak yang pesen sangkar burung. Banyak pemesan dari Purwakarta dan luar Jawa Barat," ujar Aep, Jumat (6/8/2021).
Seiring berjalannya waktu, pandemi melanda tanah air di tahun 2019. Penyekatan terjadi di setiap sudut perbatasan kota dan kabupaten yang berimbas permintaan sangkar burung menurun drastis.
Aef tak patah arang, dengan tetap mengusung semangat tinggi, dia mencoba bangkit dari keterpurukan dengan mengubah produksi hastakaryanya. Sejak saat itu Aef mulai menekuni membuat berbagai jenis karya bernilai, mulai dari miniatur perahu, kotak tisu, kap lampu hingga miniatur pos ronda.
Di sisi lain, aef pun dihadapkan dengan berbagai kendala dalam menjalankan usahanya. Selain masalah modal dan pemasaran, pria 40 tahun itu pun kesulitan mempergunakan perkakas modern. Penyebabnya daya aliran listrik di rumahnya hanya 450 watt atau sambungan listrik subsidi. Hal itulah yang menyebabkan produksinya agak sedikit lamban.
Dia berharap pemerintah khususnya Pemkab Purwakarta, bisa lebih memperhatikan kaum difabel. Karena saat ini para penyandang difabel belum mendapatkan ruang lebih untuk mengembangkan potensinya.
Dia sendiri memiliki asa untuk mengajak kaum difabel lain belajar berbagai keterampilan. Hal ini agar kaum difabel tidak dipandang sebelah mata dan bukan beban masyarakat. Selama ini, berbekal keahlian yang dimiliki, Aep pun mengajar ilmu kriya bambu di Sekolah Luar Biasa Purwakarta.
Editor: Asep Supiandi