BOGOR, iNews.id – Bulan Ramadhan selalu membawa berkah bagi semua orang. Tak terkecuali bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) seperti perajin dodol di Bojonggede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Mereka kebanjiran order hingga naik 100 persen terutama jelang Lebaran dibandingkan hari dan bulan biasa.
Perajin dodol D’tungku Bojonggede, Nurhayati (37) menuturkan, pesanan dodol meningkat sejak awal puasa Ramadhan dan puncaknya pada H-10 Lebaran. Jika pada bulan lain selain Ramadhan hanya 100-150 kg dodol, kini naik hingga 2.000-3.000 kg.

Tak Hanya Permodalan, Ini Jurus BRI untuk Dorong UMKM Naik Kelas
“Ya, pesanan naik berlipat-lipat pada H-10. Kalau hari biasa itu paling 36 kg per dua hari seminggu. Untuk modal pembuatan dodol ini Rp860.000. Itu buat beli tepung ketan, gula jawa, dan santan. Modal tersebut bisa untuk membuat dodol 36 kg,” katanya ditemui iNews.id, Minggu (31/3/2024).
Nurhayati menuturkan, melonjaknya pesanan dodol itu membuatnya kewalahan hingga harus membatasinya maksimal H-3 untuk reseller. “Kita batasi yang reseller maksimal H-3. Saat ini ada 25 reseller. Kalau konsumen yang beli langsung masih kita layani,” katanya.

UMKM Pembuatan Kue Kering Khas Lebaran Banjir Pesanan
Meningkatnya pesanan otomatis berbanding lurus dengan keuntungan yang didapat Nurhayati. Harga dodol yang dijual Rp50.000 per 1 kg untuk konsumen. Sedangkan untuk reseller dikenakan Rp48.000. Harga itu berbeda lagi jika dodol dikemas dalam bentuk keranjang yakni Rp60.000.
Omzet yang didapat Nurhayati pun bisa menembus Rp100 juta hingga Rp150 juta jelang Lebaran.
“Alhamdulillah, tiap jelang Lebaran pesanan dodol naik terus sampai 3.000 kg. Omzetnya Rp150 juta,” ujar guru madrasah ibtidaiyah (MI) di Bojonggede itu.
Nurhayati menuturkan, untuk memenuhi pesanan selama Ramadhan hingga jelang Lebaran jumlah karyawan ditambah menjadi 9 orang. Jumlah itu terdiri atas 5 orang pembuat dodol, 3 orang pengemas, dan satu penjaga toko. Sedangkan pada hari biasa hanya satu orang.
“Ya, karyawan ditambah karena selama Ramadhan sampai jelang Lebaran produksinya naik hingga 5 kali setiap hari. Kalau hari-hari biasa paling dua kali seminggu produksinya,” katanya.
Menurut Nurhayati, dodol produksinya mampu bertahan hingga satu minggu karena tanpa pengawet makanan. Jika sudah lewat satu minggu, tekstur dodol biasanya akan mengeras namun masih bisa dikonsumsi asalkan belum ada jamur.
“Kalau sudah keras jangan dibuang. Bisa dimasukin ke kulkas dulu setelah itu dipotong-potong dan ditaburi tepung lalu digoreng. Ini bisa jadi menu baru dodol goreng yang crunchy rasanya,” tuturnya.
Usaha Dodol Warisan Keluarga
Nurhayati mengungkapkan, usaha dodol yang digelutinya merupakan warisan turun temurun keluarga. Dia kini merupakan generasi ketiga usaha dodol D’Tungku di Bojonggede.
Nurahayati mengaku baru terjun ke usaha dodol pada 2021. Hal itu bermula ketika ibunya, Hajjah Muhayya sakit.
”Ya, mulai tahun 2021 sejak ibu sakit-sakitan. Kalau ibu usaha dodol sejak 1985an nerusin dari nenek. Nenek usaha dodol 1950an,” katanya.
Editor: Kastolani Marzuki













