Ini Kronologi ABK KM Krapu Lodi sampai Telantar di Indramayu, Direkrut via Facebook

BANDUNG, iNews.id - Unit Pelaksana Teknis (UPT) Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Bandung mengungkap kronologi kejadian yang membuat anak buah kapal (ABK) Kapal Motor (KM) Krapu Lodi hidup telantar di Indramayu. Berdasarkan penulusuran informasi oleh BP2MI Bandung, para ABK itu direkrut melalui media sosial Facebook.
Kepala Bidang Penempatan Perluasan Tenaga Kerja dan Transmigrasi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Barat Rudibilah mengatakan, dari 14 ABK KM Krapu Lodi yang mayoritas warga Indramayu, tiga ABK di antaranya merupakan warga luar Provinsi Jabar.
Antara lain, Dikki Syahputra, warga Desa Merie Satu, Kecamatan Wih Pesam, Kabupaten Bener Meriah, Aceh. Kemudian, Rio Ricardo Sinaga, warga Jalan S Hatta Nomor 28 Lk 1, Desa Dataran Tinggi, Kecamatan Binjai Timur, Kota Binjai, Sumatera Utara, dan Andy Pranata, warga Taman Dadap Indah RT24 RW08 Desa Kosambi Timur, Kecamatan Kosambi, Kabupaten Tangerang, Banten.
"ABK mendapat informasi perekrutan dari Facebook. Namun ABK tidak ingat alamat Facebook maupun nomor telepon orang yang menghubungi. Dari percakapan Facebook, ABK mendapat tawaran upah per hari Rp30.000 ditambah dengan hasil pancing Rp5.000-Rp6.000 per kilogram," kata Rudibilah dihubungi Jumat (25/12/2020) malam.
Setelah melakukan kesepakatan via Facebook, ujar Rudibilah, ABK dari masing-masing daerah datang ke Muara Angke, Jakarta untuk memuat perbekalan yang disediakan oleh pengurus atas nama Adi untuk kemudian berangkat berlayar.
"Selama proses penempatan (di KM Krapu Lodi), tidak ada kontrak kerja antara ABK dengan nahkoda maupun ABK dengan pengurus," ujarnya.
Para ABK kemudian berangkat melaut pada 28 November 2020 menggunakan KM Krapu Lodi dengan jumlah awak kapal sebanyak 14 orang yang dipimpin oleh Kapten Kapal Muhammad dari Kandanghaur, Indramayu.
"Setelah lima hari melaut, mesin kapal mati dan tidak bisa beroperasi seperti sediakala. KM Krapu Lodi terombang-ambing di laut selama delapan hari. Selama mesin kapal mati, ABK berusaha menelepon pengurus dan diberitahukan bahwa bantuan baru bisa datang antara dua sampai empat hari. Namun bantuan tidak kunjung datang karena kapal putus jangkar," tutur Rudibilah.
"Kapal terbawa arus sampai ke perairan Kendal, Jawa Tengah. Di sana, para ABK KM Krapu Lodi bertemu dengan nelayan lokal, kemudian minta tolong ke pengurus desa setempat untuk minta bantuan ke Basarnas," ucapnya.
Setelah diselamatkan oleh Basarnas Semarang, para ABK kemudian dipulangkan oleh pengurus bernama Nano menggunakan travel ke Indramayu tanpa ada keterangan lebih lanjut dari pengurus.
Namun, sesampainya di Indramayu, para ABK di tempatkan di penampungan penyalur. Selama di penampungan dimintai biaya tempat tinggal sebesar Rp100.000 per minggu.
"ABK pernah menanyakan kejelasan kenapa dipulangkan ke Indramayu ke pengurus. Namun jawaban selalu dilempar ke pihak lain (dari pengurus disuruh bertanya ke kantor Muara Angke, dari kantor Muara Angke di suruh bertanya ke pengurus, dan begitu seterusnya)," ujar Rudibilah.
Menurut Rudibilah, ABK sebenarnya masih sempat diajak untuk berlayar oleh Kapten Kapal Muhammad, namun dengan syarat seluruh hasil tangkapan diberikan kepada kapten kapal dengan alasan bahwa identitas ABK masih ditahan.
Pada Kamis 24 Desember 2020, para ABK yang telantar itu meminta kartu identitas masing-masing dan pindah dari penampungan ke rumah kru kapal bernama Sanuri di Dusun Karang Baru, Desa Sukra, Kecamatan Sukra, Indramayu.
Kemudian, pada Jumat 25 Desember 2020 dijemput oleh UPT BP2MI Bandung untuk kemudian di tempatkan di Shelter Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Pos Pelayanan Penempatan dan Perkandungan Tenaga Kerja Indonesia (P4TKI) Cirebon.
Tiga anak ABK KM Krapu Lodi asal Medan, Sumatera Utara, dan Aceh, segera pulang ke kampung halaman. "Alhamdulillah, terkait ABK yang telantar di Indramayu sudah ada titik terang. Untuk proses pemulangan ketiga ABK tersebut menunggu hasil penelusuran kasus. Jadi, untuk sementara mereka sudah aman," kata Rudibilah.
Editor: Agus Warsudi