Hukum Berkurban di Tengah Wabah PMK, MUI Sumedang: Simak Ciri-ciri Hewan Layak
SUMEDANG, iNews.id - Dua hari lagi, tepatnya Minggu (10/7/2022), umar Islam di Tanah Air akan merayakan Idul Adha 1443 Hijriah. Hari raya ini ditandai dengan penyembelihan hewan kurban, baik sapi, kerbau, maupun kambing atau domba.
Namun diketahui, saat ini penyakit mulut dan kaki (PMK) yang menyerang hewan ternak sedang mewabah dan mengakibatkan banyak hewan kurban, seperti kambing, domba, sapi, dan kerbau terpapar. Lantas bagaimana umat Islam yang akan berkurban menyikapi wabah PMK?
Wakil Ketua III Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Sumedang H Zaenal Alimin mengatakan, pada dasarnya, hewan sah menjadi kurban adalah yang sehat dan bisa dikurbankan, seperti unta, kerbau, sapi, kambing, dan domba.
"Sedangkan hewan kurban yang tidak sah dijadikan hewan kurban ini terkait dengan kondisi badannya," kata Wakil Ketua III Sumedang dalam keterangan tertulis, Jumat (8/7/2022).
H Zaenal Alimin menyatakan, dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad dan disohihkan oleh Imam Tirmizi serta dalam buku Fiqih karya Sulaiman Rasyid dan Fiqih sunah karya Sayyid Sabiq dijelaskan, hewan yang tidak bisa dijadikan kurban adalah matanya rusak atau cacat.
Lalu hewan yang sakit, tubuhnya kurus, dan tidak bergajih atau berlemak. "Artinya, hewan kurban harus dalam keadaan sehat. Pada dasarnya, hewan yang terjangkit PMK ini adalah hewan sakit, berarti tidak sempurna jika dijadikan kurban," ujar H Zaenal Alimin.
Wakil Ketua III MUI Sumedang, terdapat Fatwa MUI Pusat Nomor 32 Tahun 2022 yang menyatakan, hewan kurban yang terkena penyakit PMK ini ada dua kondisi. Pertama, hewan kurban yang terjangkit PMK, tapi sifatnya masih bergejala atau ringan. Kedua, hewan kurban yang terjangkit PMK, tapi sudah dalam kondisi berat.
"Menurut Fatwa MUI itu yang kategori PMK ringan masih diperbolehkan untuk dijadikan hewan kurban. Kondisi ringan ini seperti kakinya sudah terkena gejala PMK, tapi tidak sampai pincang fatal, kukunya masih kuat, mulut belum rusak, meski air liur keluar, atau tidak ada semangat untuk makan," tuturnya.
Sedangkan untuk PMK yang masuk kategori berat, kata H Zaenal Alimin, fatwa tersebut menyebutkan tidak sah atau tidak boleh dijadikan hewan kurban.
"Misalkan hewan kurban yang kukunya sudah lapuk, copot, pincang, atau cacat. Kemudian mulutnya rusak, gigi, gusi copot, dan lidahnya sudah parah. Hewan kategori ini tidak sah dijadikan kewan kurban," ucap H Zaenal Alimin.
H Zaenal Alimin mengimbau masyarakat, jika hendak mengonsumsi daging hewan kurban yang terpapar PMK kategori ringan agar dikonsultasikan dengan orang-orang yang memiliki profesi kompeten.
"Walaupun virusnya tidak akan menyebar kepada manusia, namun kesehatan tentu harus dijaga," ujarnya.
Merujuk pada hukum kurban di atas, tutur Wakil Ketua III MUI Sumedang, warga yang hendak berkurban, upayakan mencari semaksimal mungkin hewan yang benar-benar sehat agar sah dan lebih afdol.
"Demikian juga bila kita mau berkurban sunat, dicari semaksimal mungkin hewan yang benar-benar sehat," tutur H Zaenal Alimin.
Apabila tidak ditemukan hewan yang benar-benar sehat, kata Wakil Ketua III MUI bisa memilih hewan ber-PMK dengan kategori ringan.
"Kalau memang kita sudah benar-benar ingin berkurban, kemudian sudah mencari ke sana kemari tidak mendapatkan sama sekali hewan kurban yang memenuhi syarat keafdolan, maka terpaksa hewan yang terkena PMK namun yang kategorinya ringan," ucapnya.
Editor: Agus Warsudi