Esensi Idul Fitri bagi Dedi Mulyadi, Memaafkan Lebih Berat daripada Minta Maaf
PURWAKARTA, iNews.id - Umat Islam di Indonesia dan dunia merayakan Hari Raya Idul Fitri 1443 Hijriah. Satu hal yang disarankan saat Idul Fitri adalah saling memaafkan agar hubungan antarsesama manusia kembali harmonis dan nilai fitrah atau suci dapat diraih.
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi mengatakan, setelah satu bulan berpuasa saatnya masyarakat menyambut hari kemenangan di Hari Raya Idul Fitri atau lebaran.
“Pada akhirnya perjalanan Ramadhan mengantarkan kita ke hari di mana harus bersih hatinya, memaafkan sesama dan mau meminta maaf. Memaafkan lebih berat dari minta maaf,” kata Kang Dedi melalui rilis resmi yang diterima iNews.id, Senin (2/5/2022).
Kang Dedi menyatakan, seseorang yang merasa memiliki salah pasti meminta maaf. Berbeda dengan orang yang merasa paling benar sehingga selalu sulit untuk memaafkan.
“Sifat jelek itu bukan merasa salah, tapi merasa benar. Orang buruk bukan melakukan kesalahan, tapi orang buruk itu yang tidak mau mengakui kesalahan sehingga menganggap dirinya paling benar,” ujarnya.
Sifat tersebut, tutur Kang Dedi, bisa jadi ada pada orang yang memiliki pengetahuan tapi tidak memiliki rasa dan hati. Hingga pada akhirnya kefitrahan manusia itu tidak mewarnai pengetahuan seseorang.
“Dampak pemimpin tidak pakai hati, membangun tanpa rasa humanis. Berdagang tidak pakai hati akhirnya minyak ditimbun sampai mahal. Membangun rumah tidak pakai hati akhirnya orang lain tidak diberi akses jalan dan tidak punya tetangga,” tutur Kang Dedi.
Bagi Kang Dedi Mulyadi kebahagiaan dalam hidup terletak pada hati. Sebab setiap keburukan lahir dari hati yang kotor. “Penyakit paling sulit disembuhkan adalah iri hati. Penyakit yang tidak bisa disembuhkan adalah tidak punya hati,” ujar Kang Dedi Mulyadi.
Dalam kesempatan tersebut Dedi juga memohon maaf jika selama ini memiliki salah, melakukan khilaf hingga pernah menyakiti banyak orang. “Saya mohon maaf untuk semuanya, selamat hari raya lebaran,” ucap mantan Bupati Purwakarta dua periode ini.
Editor: Agus Warsudi