Cabuli Bocah Perempuan, 2 Pria Bejat di Garut Terancam 15 Tahun Penjara
GARUT, iNews.id - Dua pria bejat pelaku pencabulan terhadap keturunannya sendiri di Garut terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara. Keduanya masing-masing bernama Anen Surahman (73), warga Kecamatan Cisompet, dan Ade Sumarna (40), warga Kecamatan Pangatikan.
Dua lelaki biadab ini dijerat pasal dan undang-undang yang sama. Selain terancam hukuman maksimal belasan tahun, keduanya dikenakan denda sebesar Rp5 miliar.
"Dikenakan Pasal 76D Jo Pasal 81 ayat (1), (2) dan (3) dan atau Pasal 76E Jo Pasal 82 ayat (1) dan (2) UU RI Nomor 17 tahun 2016, tentang perubahan kedua atas UU RI Nomor 23 tahun 2002, tentang Perlindungan anak Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana," kata Wakapolres Garut Kompol Dhoni Erwanto, dalam konferensi pers di Mapolres Garut Selasa (5/12/2023).
Polisi, lanjut dia, juga menambah 1/3 hukuman pidana sebagai mana diatur dalam Pasal 1 untuk keduanya, karena mereka mencabuli korban yang merupakan keturunan kandung atau darah dagingnya sendiri. Untuk diketahui, Anen Surahman merupakan kakek bejat yang mencabuli dan menyetubuhi cucunya sendiri berinisial FA (12).
Selain mengakibatkan korban kehilangan masa depan, Anen Surahman juga membuat FA melahirkan anak darinya. Menurut Kompol Dhoni Erwanto, perbuatan cabul Anen Surahman dilakukan sejak korban berusia 8 tahun, atau masih duduk di bangku kelas 2 SD.
"Awalnya aksi cabul dilakukan sejak korban berusia 8 tahun hingga 10 tahun," katanya.
Kemudian, aksi tersebut berubah dari semula hanya meraba menjadi penetrasi sejak FA berusia 10 tahun hingga 12 tahun atau hingga korban duduk di bangku SMP. Di setiap menjalani aksinya, Anen Surahman mengiming-imingi korban dengan uang Rp5.000, dengan modus meminta untuk dipijit pada bagian kaki.
"Orang tua korban yang merupakan anak dari tersangka sama sekali tidak mengetahui perbuatan bejat Anen Surahman, hingga pada akhirnya mereka menyadari aksi keji tersebut saat korban mengeluh sakit perut dan melahirkan di RSUD Pameungpeuk. Jadi sewaktu mengandung hingga hamil besar, orang tua tidak tahu karena kondisi kehamilan tidak terlihat," ujarnya.
Menurut Wakapolres Garut, TKP pencabulan dan persetubuhan yang dilakukan kakek terhadap cucunya itu terjadi di rumah mereka tinggal, Kampung Cimuncang RT001 RW003, Desa Jatisari, Kecamatan Cisompet. Baik korban, orang tua korban dan pelaku selama ini memang tinggal satu atap di rumah yang sama.
"Perbuatan cabul dan persetubuhan dilakukan ketika situasi rumah sedang sepi, yaitu saat ayah dan ibu korban pergi ke kebun. Di waktu sepi itulah pelaku menjalankan modus meminta dipijit oleh korban," ucapnya.
Di lokasi berbeda, yakni Ade Sumarna, melakukan perbuatan bejat serupa, yaitu mencabuli dan menyetubuhi darah dagingnya sendiri yang tak lain merupakan putri kandungnya. Perbuatan keji ini dia lakukan pada beberapa tempat, yang salah satunya adalah di rumah mereka, Kampung Citangtu, RT001 RW009, Desa Citangtu, Kecamayan Pangatikan.
"Perbuatan cabul lainnya dilakukan di gubuk sekitar Kampung Citangtu. Saat melakukan perbuatan bejatnya, tersangka meminta anaknya sendiri yang merupakan korban untuk diam dan menurut, sambil mengancam tidak akan mengurus dan memberi makan jika memberitahukan perbuatannya. Karena takut, korban menuruti perbuatan pelaku," tuturnya.
Perlu diketahui, perbuatan cabul dan tindakan persetubuhan yang dilakukan Ade Sumarna berlangsung ketika korban masih duduk di bangku kelas II SMP atau berusia 13 tahun di 2022 lalu hingga kelas III SMP atau usia korban 14 tahun. Perbuatan keji tersebut lantas diketahui ketika korban enggan pulang dan lebih memilih tinggal serta menginap di rumah temannya.
"Dari pemeriksaan, motif pelaku mencabuli dan menyetubuhi anaknya adalah karena sering menonton film atau video porno," kata Kompol Dhoni Erwanto.
Dari kedua kasus tersebut, polisi setidaknya menyita sejumlah barang bukti yang akan dijadikan alat untuk menyeret dua pria bejat tersebut ke meja hijau. Saat ini, keduanya telah menghuni sel tahanan Mapolres Garut untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Editor: Asep Supiandi