Bio Farma Luncurkan Kit PCR Pendeteksi Kelainan Genetik Pasien Kanker
BANDUNG, iNews.id - Induk Holding BUMN Farmasi Bio Farma merilis kit PCR bernama BioColomelt-Dx dengan kemampuan mendeteksi kelainan genetik terutama pada pasien kanker kolorektal. Penggunaan alat ini diharapkan membantu dokter memberikan obat yang tepat kepada pasien.
Produk ini telah mendapatkan izin edar dari Kementerian Kesehatan RI dengan nomor Kemenkes RI AKD 20306220065 yang dirilis pada tanggal 1 Juli 2022.
BioColoMelt-Dx adalah kit diagnostik molekuler untuk mendeteksi kelainan genetik yang terutama terjadi pada pasien kanker kolorektal. Hasil pemeriksaan BioColoMelt-Dx berupa informasi profil mutasi kanker yang dapat digunakan oleh dokter atau tenaga medis lainnya untuk menentukan jenis obat. Sehingga dapat memberikan respon terapi paling optimal pada pasien kanker kolorektal.
Selain itu, BioColoMelt-Dx juga dapat digunakan untuk penapisan (screening) Lynch syndrome, suatu kondisi yang dapat meningkatkan risiko seseorang untuk mengidap berbagai macam kanker dan bersifat keturunan. Dengan diperolehnya informasi Lynch syndrome dari hasil penapisan tersebut, keluarga pasien yang terduga mempunyai Lynch syndrome dapat menjalani pengawasan untuk pencegahan atau penanganan kanker sedini mungkin.
Direktur Utama Bio Farma Honesti Basyir mengatakan Holding BUMN Farmasi berkomitmen untuk selalu berkolaborasi & bekerja sama dengan semua pemangku kepentingan (stakeholder) dan juga semua pihak yang bisa mewujudkan produk–produk sebagai bagian dari cinta produk Indonesia.
“Dalam transformasi Bio Farma sendiri, kami juga sudah mulai memposisikan diri dalam dua hal penting, yang pertama bagaimana kita masuk inovasi produk diagnostic dan juga therapeutic yang sifatnya lebih personalize karena sebenarnya trend ke depan adalah hal seperti ini," kata dia dalam siaran persnya, Rabu (20/7/2022).
"Kalau kita semua bisa bersatu padu berkolaborasi mulai dari sekarang, insya Allah semua permasalahan bisa kita atasi bersama- sama dengan secara sistematis. Sehingga nantinya salah satu program pemerintah yaitu mewujudkan Kemandirian Kesehatan itu bisa kita nikmati sama–sama,” katanya menambahkan.
Honesti menutup BioColomelt Produksi Bio Farma memiliki Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) lebih dari 50 %, tentu saja hal ini membuktikan kemandirian Nasional dalam hal penyediaan alat kesehatan (Kit Diagnostik) dapat tercapai.
“Dengan TKDN yang mencapai 50 persen, diharapkan hal ini menjadi momentum bagi bangsa Indonesia, untuk melepaskan diri dari ketergantungan atas alat kesehatan impor dan akan menekan biaya pemeriksaan serta, diharapkan pasien dapat memperoleh akses pelayanan kesehatan yang lebih mudah untuk pemeriksaan, serta ketepatan jenis terapi dan penanganan sedari dini”, ujar Honesti.
Produk BioColomelt-Dx merupakan inovasi hasil kolaborasi Bio Farma dan PathGen yang melibatkan berbagai industri, instansi penelitian dan pendidikan, seperti dengan Univ Nottingham Inggris, dan memiliki Lab pengembangan di Indonesia (Lab LIPI dan BRIN). Sebelum diluncurkan pada hari ini, BioColomelt-DX divalidasi oleh Klinisi di beberapa RS Nasional diantaranya RS Dharmais, RS Sardjito (dan UGM), RSCM (dan FKUI) dan lainnya.
Dirut RSK Dharmais, dr Soeko W Nindito D.MARS mengatakan Rumah Sakit Kanker Dharmais sebagai pusat kanker nasional ke depan bertekad untuk memanfaatkan kit ini.
“Kit ini, akan lebih efisien dan lebih efektif untuk mendeteksi dini kanker usus, sehingga timbulnya kanker dapat dicegah atau ditangani dengan tata laksana yang lebih tepat,” ungkap dr Soeko W Nindito D.MARS.
Diketahui, kanker kolorektal merupakan sebutan lain untuk kanker yang menyerang usus besar (kolon), rektum, ataupun keduanya. Berdasarkan data WHO tahun 2018, kanker kolorektal menempati peringkat ketiga dunia untuk jenis kanker yang paling umum terjadi.
Di Indonesia sendiri, berdasarkan data Globocan tahun 2020, kanker kolorektal menduduki peringkat keempat kanker dengan kasus baru terbanyak di Indonesia. Setidaknya terdapat 35 ribu jumlah pasien yang terdiagnosis kanker kolorektal setiap tahunnya, dan 35 persen di antaranya menyerang penduduk Indonesia yang berusia produktif (di bawah 40 tahun). Sedangkan angka kematian di Indonesia mencapai 6,7 dari 100 ribu kasus.
Editor: Asep Supiandi