APBDP 2018 Ditolak, Tantangan Berat Pertama Pemerintahan Oded-Yana
BANDUNG, iNews.id - Pemerintah Kota Bandung dinilai harus memiliki strategi cadangan untuk menjalankan rencana pembangunan di tahun pertama kepemimpinan Oded-Yana. Ditolaknya usulan penggunaan dana dalam Anggaran Pendapatan Pemerintah Daerah (APBD) Perubahan 2018 oleh Pemerintah Provinsi Jabar, dinilai bakal menghambat rencana pembangunan di Kota Bandung.
Ketua Lembaga Pengkajian Masalah Kebijakan Kota Bandung, Tubagus Kun mengatakan, pemerintahan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bandung terpilih Oded M Danial-Yana Mulyana akan menghadapi dua peristiwa penting di tahun pertama kepemimpinannya.
Pertama, ditolaknya APBD Perubahan 2018 oleh Pemprov Jabar karena keterlambatan pengajuan akan menjadi beban anggaran di tahun berikutnya dalam rencana pembangunan di Kota Bandung.
"Ini saya rasa agak memalukan, asa remeh temeh (terkesan biasa). Sekaliber Pemkot Bandung terlambat mengajukan anggaran. Bukan karena hal-hal prinsip, melainkan karena lalai menepati waktu. Dampaknya amat buruk, karena di sisa tahun, Pemkot terpaksa hanya bisa gunakan anggaran murni. Berapa banyak program yang terhambat? Berapa kerugian yang diderita Pemkot dan rekanan?" kata Kun saat dihubungi Senin (5/11/2018).
Selain ditolaknya APBD-P2018, Pemkot Bandung juga harus mengejar dan membuktikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK dalam laporan keuangan daerah (LKPD) 2017, tahun depan. Sebab, dalam lima tahun terakhir, Kota Bandung selalu gagal meraih gelar WTP dari BPK.
"Bayangkan, dari 28 pemda di Jabar, hanya tiga yang gagal raih WTP, yaitu Kota Bandung, Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Subang. Kan sedih Kota Bandung masuk dalam minoritas yang laporan keuangannya masih ada masalah," ujarnya.
Kun menilai, keterlambatan pengajuan APBD-P 2018 yang ditolak Pemprov Jabar itu salah satunya dikarenakan tidak adanya sekda definitif yang memiliki kebijakan strategis dalam menentukan keputusan. Kekosongan posisi sekda definitif bisa jadi penghambat dalam penetapan kebutuhan anggaran untuk rencana penggunaan anggaran di Kota Bandung.
Sementara itu, Ketua Departemen Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Prof Susi Dwi Harijanti mengatakan, kebijakan wali kota Bandung Oded M Danial dalam memutuskan perpanjangan pejabat pelaksana harian (Plh) sekda merupakan tindakan Undue Delay atau memperlambat sebuah keputusan tanpa alasan yang diterima.
Susi mengungkapkan, Undue Delay dalam hal ini adalah memperlambat pelantikan Sekda Bandung sesuai dengan surat rekomendasi kemendagri yang telah diberikan melalui gubernur Jabar kepada wali kota Bandung.
"Karena semestinya, ketika Gubernur Jabar menyurati wali kota untuk segera melantik sekda yang sudah direkomendasikan dan disetujui, keputusan itu harus segera dilaksanakan," ungkap dia.
Susi menilai, tidak adanya sekda definitif di Kota Bandung akan menimbulkan krisis kepemerintahan yang berimbas pada banyak hal, termasuk pembangunan, administrasi dan SDM.
Hal senada juga dikemukakan pengamat pemerintahan Universitas Parahyangan Asep Warlan. Menurut dia, tidak adanya pejabat definitif dalam memutuskan kebijakan strategis bukan hanya merugikan Pemkot Bandung. Tetapi, bakal merugikan warga Bandung yang selama ini telah berharap kepada pemerintahan terpilih dalam pilkada 2018.
"Sebaiknya para pemimpin berjiwa kenegaraan. Lupakan dulu kepentingan golongan, perhatikan kepentingan yang lebih luas yakni masyarakat," ujar dia.
Editor: Himas Puspito Putra