JAKARTA, iNews.id - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengungkap lima fakta terbaru mengenai gempa merusak dengan kekuatan M4,8 di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Gempa bumi ini terjadi pada malam pergantian tahun baru, Minggu (31/12/2023).
5 Fakta Baru Gempa Sumedang:
1. Gempa Sumedang jenis gempa ‘kerak dangkal’ (shallow crustal earthquake).
Gempa Terkini Magnitudo 3,1 Guncang Sumedang, Kedalaman 10 Km
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono mengatakan, gempa Sumedang ini dipicu aktivitas sesar aktif yang seluruh pelepasan energinya terkonsentrasi pada wilayah lokal.
“Meskipun magnitudonya relatif kecil 4,8, Gempa Sumedang dapat merusak lebih dari 149 bangunan rumah,” ujar Daryono, Jumat (12/1/2024).
BMKG Temukan Sesar Baru Penyebab Gempa Sumedang, Ini Penjelasannya
Selain kedalaman gempanya yang dangkal, episenter gempa kerak dangkal yang terletak di zona tanah lunak dan tebal akan memicu resonansi yang berujung amplifikasi atau penguatan gelombang gempa sehingga gempa kerak dangkal dikenal sangat merusak dan mematikan.
Beberapa contoh gempa kerak dangkal yakni Gempa Cianjur 2022 (lebih dari 600 orang meninggal dunia), Gempa Yogyakarta 2006 (lebih dari 6.000 orang meninggal), Gempa Turki 2023 (lebih dari 17.000 orang meninggal), Gempa Sichuan China 2008 (lebih dari 70.000 orang meninggal).
Daftar 11 Sesar Aktif Penyebab Gempa Bumi di Jawa Barat, Terbaru Sesar Sumedang
“Gempa Sumedang memberi pelajaran akan pentingnya mitigasi konkrit dengan mewujudkan bangunan dengan struktur kuat dan Rencana Tata Ruang Wilayah yang aman, berbasis risiko gempa bumi,” katanya.
2. Gempa Sumedang terjadi di zona kegempaan rendah (low seismicity).
Update Gempa Sumedang: 1.004 Bangunan Rusak dan 11 Orang Luka
Daryono menjelaskan dalam peta seismisitas Jawa Barat, tampak Kota Sumedang tidak terdapat kluster seismisitas mencolok seperti lazimnya di jalur sesar aktif. Gempa Sumedang mirip Gempa Kalaotoa di Laut Flores M7,4 (2021), Gempa Talamau 2022, dan Gempa Probolinggo M4,1 (2022) yang juga terjadi di zona seismisitas rendah.
“Gempa Sumedang memberi pesan akan pentingnya mitigasi gempa bumi meski di wilayah dengan aktivitas kegempaan rendah,” kata Daryono.
Penjelasan BMKG soal Gempa Sumedang M 4,5 yang Kembali Terjadi Senin Malam Ini
3. Gempa Sumedang memiliki magnitudo kecil tetapi merusak
BMKG mencatat sejumlah gempa kerak dangkal dengan magnitudo kecil yang terbukti merusak seperti Gempa Madiun 4,2 (2015), Gempa Pangalengan 4,2 (2016), Gempa Garut 3,7 (2017), Gempa Banjarnegara 4,4 (2018), Gempa Lebak 4,4 (2018) dan Gempa Kuningan-Brebes 4,2 (2020).
“Gempa Sumedang memberi pesan kepada kita agar tidak mengabaikan setiap gempa kerak dangkal, meskipun magnitudonya kecil,” ujar Daryono.
4. Gempa Sumedang diduga perulangan gempa 14 Agustus 1955
Daryono mengingatkan agar tidak melupakan sejarah bahwa gempa ini diduga perulangan gempa tahun 1955.
“Jangan melupakan sejarah, dalam seismologi kita mengenal konsep ‘return period’ atau periode ulang gempa, bahwa gempa yang pernah terjadi di suatu tempat, satu saat akan terjadi lagi,” ujarnya.
Gempa Sumedang kata Daryono, memberi pesan agar mempelajari sejarah gempa masa lalu di daerah masing-masing. Bisa jadi satu saat gempa akan terjadi lagi menghampiri tempat yang dianggap aman karena ketidaktahuan akan sejarah gempa merusak masa lalu.
“Periode ulang gempa memberi pesan kepada kita akan pentingnya kesiapsiagaan (preparedness) terhadap bencana gempabumi yang mungkin terjadi di masa yang akan datang,” ujarnya.
5. Gempa Sumedang dipicu aktivitas sesar aktif yang belum terpetakan
Gempa Sumedang mirip Gempa Solok M5,3 (2019), Gempa Ambon M6,5 (2019), Gempa Kalaotoa Laut Flores M7,4 (2021), Gempa Ampana Sulawesi Tengah M6,5 (2021) dan Gempa Cianjur M5,6 (2022).
“Gempa Sumedang menjadi ‘human interest’ terkait nama sesar pembangkit gempa. Data hiposenter gempa BMKG terelokasi menunjukkan kluster seismisitas cenderung berarah Utara-Selatan, melintasi Kota Sumedang,” kata Daryono.
Lebih lanjut, Daryono mengatakan ini mirip sejumlah kota yang dilalui jalur sesar aktif seperti Palu (Sesar Palu-Koro), Sorong (Sesar Sorong), Aceh (Sesar Aceh), Gorontalo (Sesar Gorontalo), Semarang (Sesar Semarang), Lembang (Sesar Lembang) dll.
“Di mana nama sesar aktif merujuk nama tempat yang berisiko sehingga akan memberikan muatan pesan kesiapsiagaan dan edukasi mitigasi gempa bumi bagi masyarakat setempat,” ucapnya.
Editor: Donald Karouw