3 Keluarga Terpidana Kasus Vina Diperiksa Polda Jabar, Dicecar 24-30 Pertanyaan
BANDUNG, iNews.id - Tiga dari empat keluarga terpidana kasus Vina Cirebon selesai menjalani pemeriksaan di Direktorat Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Jawa Barat, Rabu (19/6/2024). Mereka mengaku dicecar puluhan pertanyaan terkait Pasal 221 KUHP.
Mereka antara lain, Muran ayah dari terpidana Eka Sandi, Khasanah ayah terpidana Hadi Saputra dan Madlanah kakak dari terpidana Jaya.
Sementara Kosim ayah terpidana Eko Ramadani masih menjalani pemeriksaan penyidik terkait Pasal 221 KUHP tentang Obstuction of Justice.
Para keluarga terpidana itu diperiksa penyidik secara terpisah di gedung Ditreskrimum Polda Jabar. Pemeriksaan dimulai pukul 10.30 WIB.
Khasanah orang pertama yang keluar dari Gedung Ditreskrimum Polda Jabar. Ayah kandung Hadi Saputra itu selesai menjalani pemeriksaan pukul 12.30 WIB. Tak lama kemudian, Muran ayah terpidana Eka Sandi keluar sekitar pukul 13.30 WIB.
Sementara Madlanah, kakak dari terpidana Jaya pukul 14.00 WIB. Ketiganya didampingi kuasa hukum masing-masing.
Kuasa huku Khasanah, Edward Edison Gultom mengatakan, kliennya dicecar 24 pertanyaan terkait Pasal 221 KUHP tentang obstruction of justice atau penghalangan penyidikan.
"Ini mungkin mengarahkan pada peristiwa itu (pembunuhan Vina dan Eky). Karena dalam pemeriksaan Kahfi (saksi kasus Vina), disinggung nama Pak Khasanah. Jadi penyidik meminta klarifikasi," kata Edward.
Edward menyatakan, Kahfi saksi dan teman para terpidana saat memberikan keterangan di pengadilan mengaku pernah didatangi Khasanah.
"Kahfi ini saksi, teman dari terpidana anak Pak RT. Ada keterangan yang disampaikan Kahfi itu bahwa Pak Khasanah mendatangi dia. Lalu diklarifikasi oleh Pak Khasanah tidak pernah mendatangi dia (Kahfi)," ujar Edward.
"Intinya, mengklarifikasi 10 orang yang menginap di rumah Pak RT. Pak Khasanah mengatakan, sepengetahuannya, memang menginap di rumah Pak RT yang kosong itu," ucapnya.
Yopi Gunawan, kuasa hukum Muran mengatakan, kliennya dicecar 30 pertanyaan tentang peristiwa pembunuhan Vina dan Eky yang terjadi pada Sabtu 27 Agustus 2016 di Cirebon dan Pasal 221 KUHP.
"Saya mendampingi Pak Muran. Tadi sekitar 30 pertanyaan. Intinya tentang klarifikasi terhadap Pasal 221. Muran ini sebagai saksi, penyidik hanya mengklarifikasi saksi sebagai ayah Eka Sandi mengenai kejadian 2016 lalu, sama (diduga mendatangi Kafhi)," kata Yopi.
Sarjono kuasa hukum Madlanah mengatakan, kliennya dicecar dengan 30 pertanyaan oleh penyidik.
"Klien saya dicecar kurang lebih 30 pertanyaan, sekitar perjalanan dari 2016 tentang kuasa pelimpahan dari Cirebon ke Polda Jabar dulu. Yang dipertanyakan itu. Sementara kapasitasnya hanya sebagai keluarga dengan keterbatasannya," kata Sarjono.
Saat disinggung terkait dugaan menghalangi penyidikan Pasal 221, Sarjono mengaku tidak tahu.
"Pasal 221 itu klien saya kurang memahami karena hanya sebatas kunjungan saat itu untuk besuk, tapi tidak ada. Akhirnya memberikan kuasa untuk penanganan perkara," ujar Sarjono.
Diketahui, Pramudya Wibawa Jati, Okta, dan Teguh, tiga saksi kasus Vina Cirebon, mencabut keterangan mereka dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) 2016. Pencabutan itu dilakukan karena BAP 2016 dibuat di bawah tekanan penyidik dan diarahkan.
Dalam keterangan yang baru, mereka menegaskan saat peristiwa pembunuhan Vina dan Eky pada Sabtu 27 Agustus 2016 malam, Pramudya, Okta dan Teguh menegaskan tidur bersama 5 terpidana di rumah anak ketua RT. Artinya, 5 terpidana seumur hidup itu, tidak melakukan pembunuhan yang dituduhkan kepada mereka.
Selain Pramudya, Okta, dan Teguh, saksi Liga Akbar juga mencabut BAP 2016. Liga mengaku, pada 2016, diminta oleh Iptu Rudiana menjadi saksi.
Padahal Liga Akbar telah berkali-kali menolak dan menegaskan tidak tahu peristiwa itu. Namun akhirnya Liga terpaksa mengikuti skenario yang dituangkan dalam BAP 2016. Akibatnya, 8 orang dijatuhi hukuman penjara seumur hidup dan satu dihukum 8 tahun. Dalam penjara, ke-8 terpidana menceritakan nasib pilu mereka kepada terpidana lain. Mereka tegas membantah melakukan tindak pidana pembunuhan.
Editor: Donald Karouw