BANDUNG, iNews.id - Warga RT 12 RW 09, Kompleks Margawangi Estate Cijawura, Kota Bandung, Jawa Barat mengadukan mengadukan megaproyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Mereka mengeluhkan dampak lingkungan akibat pembangunan kereta cepat yang dikerjakan PT KCIC itu.
Warga mengadukan masalah analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) megaproyek kereta cepat, kondisi rumah warga yang retak-retak akibat proyek, hilangnya fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum) warga di sekitar lokasi megaproyek kereta cepat, serta polusi suara.
Menanggapi keluhan tersebut, PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) sebagai pengembang megaproyek KCJB mengatakan, siap bersikap kooperatif dan terbuka dengan pemangku kepentingan guna menemukan solusi atas masalah tersebut.
"Pada prinsipnya KCIC terbuka dan kooperatif dengan pemangku kepentingan, termasuk Komnas HAM untuk menyelesaikan aduan warga dimaksud sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebagai informasi, KCIC juga telah menyampaikan penjelasan serupa kepada Sekretariat Negara dan Dinas Lingkungan Hidup atas aduan yang bersangkutan," kata GM Corporate Secretary PT KCIC Mirza Soraya dalam keterangan tertulis, Kamis (9/9/2021).
Mirza menyatakan, PT KCIC sudah memenuhi panggilan Komnas HAM untuk membahas keluhan warga Kompleks Margawangi Estate Cijawura tersebut pada pertengahan Agustus lalu. Hasil pertemuan, Komnas HAM membutuhkan data-data dan dokumen tambahan dari PT KCIC untuk melakukan penelitian lebih lanjut terkait aduan itu.
Komnas HAM juga akan melakukan kunjungan lapangan ke lokasi proyek KCJB yang dikeluhkan warga, khususnya di wilayah RT 11 dan RT 12 Kompleks Margawangi Estate Cijawura.
Kunjungan dilakukan Kamis (9/9/2021) ini bertujuan untuk membandingkan kondisi lingkungan antara RT 11 dan RT 12 yang jaraknya sama-sama berdekatan dengan lokasi proyek KCJB sekaligus meneliti mengapa aduan tersebut hanya datang dari warga RT 12.
"Hasil dari pengumpulan data dan dokumen dari PT KCIC serta kunjungan Komnas HAM ke titik proyek tersebut akan menjadi dasar untuk mengeluarkan rekomendasi terhadap keberlangsungan proyek KCJB di wilayah itu. PT KCIC siap menjalankan rekomendasi tersebut," ujar Mirza Soraya.
Dalam pertemuan dengan Komnas HAM, tutur Mirza, aduan serupa pernah disampaikan sebelumnya kepada Sekretariat Negara Republik Indonesia dan sudah mendapat tanggapan dari PT KCIC.
"Terhadap pengaduan tersebut, sudah pernah kami sampaikan tanggapan melalui surat kepada Deputi Bidang Hubungan Kelembagaan dan Kemasyarakatan Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia nomor 0803/DIR/KCIC/07.19 tanggal 3 Juli 2019 tentang Tanggapan atas Surat Nomor B-2092/Kemensetneg/D-2/DM.05/06/2019 Tanggal 11 Juni 2019 Tentang Pengaduan Masyarakat Sehubungan Pembangunan Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung," tuturnya.
Meski begitu, Mirza mengatakan, PT KCIC siap kembali berdiskusi dengan warga setempat secara berkala untuk membahas isu lingkungan dari proyek KCJB, termasuk siap menjalani rekomendasi dari Komnas HAM.
"Tak hanya pada pemangku kepentingan, pada prinsipnya PT KCIC juga siap bersikap kooperatif dan terbuka jika ada keluhan dari warga. PT KCIC siap mengadakan sosialisasi dengan warga setempat jika memang dibutuhkan, meskipun kami sudah melakukan sosialiasi secara berkala," ucap Mirza.
GM Corporate Secretary PT KCIC menyatakan, aduan warga terkait isu lingkungan dari proyek KCJB, salah satunya terkait Amdal. "Pada dasarnya pelaksanaan proyek senantiasa mengedepankan keamanan dan keselamatan lingkungan sesuai kajian Amdal yang telah dilakukan. PT KCIC juga telah menunjuk beberapa konsultan untuk memastikan aktivitas pembangunan berjalan sesuai ketentuan," ujarnya.
Terkait keluhan warga RT 12 yang menyebutkan rumah-rumah milik warga retak sebagai imbas dari proyek KCJB, Mirza menuturkan bahwa klaim itu belum dapat dipastikan. Sebab, PT KCIC dan kontraktor tidak dapat data sebelum pengerjaan proyek karena mendapat penolakan dari warga setempat.
"Untuk hunian warga di RW 12, PT KCIC dan kontraktor tidak mendapatkan data dan perbandingan kondisi bangunan sebelum dan setelah pekerjaan dilakukan. Sebab saat melakukan inventarisasi data, mendapat penolakan dari warga," tutur Mirza.
Mirza menambahkan bahwa hal ini berbeda dengan kondisi warga di RT 11. Sebelum proyek KCJB dimulai, PT KCIC dan kontraktor dapat melakukan inventarisasi data di lokasi tersebut.
Adapun keluhan terkait hilangnya fasos dan fasum di area proyek KCJB, Mirza menekankan jika hal itu sudah bukan menjadi tanggung jawab PT KCIC, melainkan pihak pengembang perumahan. Menurutnya, fasos dan fasum tersebut merupakan tanggung jawab pihak pengembang perumahan karena PT KCIC sudah melakukan penggantian Uang Ganti Rugi (UGR).
"Berdasarkan site plan bukan merupakan fasos/fasum yang dimiliki oleh pemda, melainkan dimiliki oleh pihak pengembang perumahan dan sudah dilakukan penggantian UGR ke pihak pengembang perumahan. Sehingga, pihak yang berkewajiban untuk memenuhi permintaan warga tersebut adalah pengembang perumahan bukan PT KCIC," ucapnya.
Mirza pun memberikan penjelasan terkait polusi suara yang dikeluhkan warga. Mirza menjelaskan, PT KCIC sudah melakukan pengukuran tingkat kebisingan di dua titik lokasi pada tanggal 2 Maret 2021. Hasilnya, tingkat kebisingan di dua titik itu adalah 58,3 desibel (db) dan 53 db.
"Kalau kebisingan juga bertambah karena lokasi proyek berdekatan dengan jalan tol. Namun, tingkat kebisingan ini secara berangsur menurun seiring dengan selesainya proyek pembangunan," ujarnya.
Keberadaan aparat keamanan dari unsur TNI/Polri di lokasi proyek KCJB, tutur Mirza, bukan upaya untuk mengintimidasi warga, melainkan prosedur pengamanan yang sudah baku dalam pelaksanaan proyek strategis nasional.
Meski begitu, Mirza mengakui jika banjir yang pernah terjadi di wilayah tersebut seperti yang dikeluhkan warga merupakan imbas dari pengerjaan proyek KCJB.
"PT KCIC melalui konsorsium kontraktor akan bertanggung jawab untuk penanganannya, termasuk jika ada ketidaknyamanan sebagai dampak proyek KCJB, maka PT KCIC siap bertanggung jawab sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku," tutur Mirza.
Editor : Agus Warsudi
kereta cepat kereta cepat bandung kereta cepat jakarta-bandung proyek kereta cepat kota bandung pt kcic
Artikel Terkait