Wakil Ketua Komisi VIII DPR Tubagus Ace Hasan Syadzily saat jadi pembicara utama Sosialisasi Penguatan Moderasi Beragama Angkatan III Tahun 2022. (FOTO: ISTIMEWA)

BANDUNG, iNews.id - Pandangan agama sektarian, yakni, gampang menyalahkan orang lain yang merupakan buah dari fanatisme berlebihan, sangat rentan menimbulkan konflik. Karena itu, penguatan moderasi di era disrupsi saat ini sangat penting dilakukan.

Pernyataan itu disampaikan Wakil Ketua Komisi VIII DPR Tubagus Ace Hasan Syadzily saat menjadi narasumber utama Sosialisasi Penguatan Moderasi Beragama Angkatan III Tahun 2022 Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Jabar di Hotel Sutan Raja Soreang, Kabupaten Bandung, Jumat (11/11/2022).

“Selain dipicu oleh fanatisme beragama, kegaduhan dan konflik di masyarakat juga bisa timbul karena politisasi agama terutama menjelang tahun-tahun politik,” ujar Tubagus Ace Hasan Syadzily yang akrab disapa Kang Ace.

Kecenderungan pandangan sektarian, tutur Kang Ace, kerap terjadi bukan hanya antaragama, tetapi sering pula terjadi di intraagama. Karena itu, sosialisasi pemahaman moderasi beragama menjadi sangat penting.

“Moderasi beragama dapat menjadi jalan keluar dari berbagai permasalahan yang mengganggu kerukunan umat beragama di Tanah Air. Sebab bagi negara bangsa, seperti Indonesia, semua pemeluk agama sama dan setara di muka hukum,” papar Kang Ace yang juga Ketua DPD Partai Golkar Jabar itu.

Kang Ace mengatakan, dalam pandangan moderasi beragama, tidak ada dominasi mayoritas atas minoritas atau sebaliknya. “Semua agama memiliki landasan moderasi beragama. Karakteristik umat Islam, misalnya, sebenarnya adalah moderat," ucap Kang Ace.

"Sebuah praktik keagamaan yang melindungi martabat kemanusiaan dan membangun kemashalahatan umum dengan selalu berlandaskan pada prinsip keadilan, berimbang, dan menaati konstitusi sebagai kesepakatan bersama,” ujarnya.

Moderasi beragama, tutur Kang Ace, bukanlah upaya memoderasi agama, melainkan memoderasi pemahaman dan pengamalan beragama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

“Di era disrupsi saat ini moderasi beragama mendapat tantangannya sendiri. Beberapa tantangan itu seperti kecenderungan masyarakat yang lebih menyukai judul berita yang berkaitan dengan agama yang bersifat provokatif dan heboh.

“Masyarakat kadang terlalu mudah mempercayai berita hoaks. Media sosial banyak berisikan penyebaran konten ujaran kebencian,” tutur Kang ace.

Kang Ace menyontohkan, dulu belajar agama itu dengan kiai langsung. Sekarang, ke “kiai google”. Terkadang, ustaz-ustaz di media sosial (medsos) dianggap lebih memiliki otoritas keagamaan kuat dibanding kiai.

"Konten-konten keagamaan radikal dan ekstrem menjadi mudah dikonsumsi tanpa konsultasi dengan otoritas keagamaan tradisional. Populisme agama kemudian menjalar pada aspek politik. Bahkan sebagian anak-anak kita terpapar radikalisme,” ucapnya.

Sementara itu, Kepala Kanwil Kemenag Jabar Ajam Mustajam mengatakan, saat Kanwil Kemenag Jabar tengah mempersiapkan pembentukan Kader Moderasi Milennial di lingkungan masing-masing. Hal ini dilakukan untuk menjawab tantangan generasi kedepan supaya lebih toleran dan lurus dalam membangun bangsa.

“Sekarang ini zaman digital, zaman internet yang segala sesuatu bisa didapat dari handphone. Kadang belajar agama juga dari konten YouTube dan media sosial, sehingga banyak tokoh yang tiba-tiba menjadi panutan. Sementara kiai yang mesantren puluhan tahun disalah-salahkan,” kata Kepala Kanwil Kemenag Jabar.

Ajam Mustajam menyatakan, melalui penguatan moderasi beragama diharapkan kualitas dan penahaman nilai-nilai keagamaan di masyarakat akan semakin baik. 

"Sehinga Indonesia semakin damai dan saling menghargai antar sesama anak bangsa yang sangat majemuk dan beragam latar belakang budayanya itu," ujar Ajam Mustajam.


Editor : Agus Warsudi

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network