Kesenian tradisional Sisingaan khas Subang, Jawa Barat. (FOTO: infobudaya.com/kemendikbud.go.id)

BANDUNG, iNews.id - Sisingaan merupakan salah satu kesenian tradisional dari Kabupaten Subang, Jawa Barat. Kesenian ini juga dikenal dengan sebutan Gotong Singa atau Odong-odong.

Saat ini, kesenian Sisingaan ditampilkan untuk memeriahkan acara khitanan agar anak merasa terhibur. Anak yang dikhitan diarak keliling kampung satu hari sebelum disunat. 

Biasanya anak dimandikan air kembang dan dirias. Setelah itu, anak yang akan dikhitan duduk di atas boneka singa tersebut. Tetabuhan pun dimainkan dan pemain sisingaan menari dengan gerakan pencak silat. Mereka berjalan keliling kampung. 

Selain itu, kini, Sisingaan kerap ditampilkan dalam acara-acara resmi pemerintahan. Seperti, Hari Jadi Kabupaten Subang dan menyambut tamu kehormatan. Sama seperti acara khitanan, para pemain Sisingaan akan menggotong tamu kehormatan yang duduk di atas boneka singa.

Berbeda dengan acara menyambut tamu kehormatan, para pemain sisingaan hanya bergerak di satu area sampai musik yang mengiringi berakhir. Biasanya, tamu kehormatan yang digotong pun ikut menari, menggerakkan tanggannya mengikuti irama musik.

Gubernur Jabar Ridwan Kamil naik Sisingaan. (FOTO: Dok SINDO)

Sisingaan dibawakan oleh empat, enam, atau delapan orang yang menggotong boneka singa. Kemudian, empat, enam, atau delapan penari menggotong orang yang duduk di atas boneka singa.

Jika dulu musik yang dimainkan berupa tetabuhan dengan alat musik tradisional, saat ini diiringi musik dangdut koplo. Namun, masih ada kelompok kesenian sisingaan yang mempertahankan musik tradisional sebagai pengiring.

Untuk memainkan sisingaan butuh keahlian dan kekuatan pundak. Sebab jika belum mahir dan terlatih, dikhawatirkan orang yang digotong bisa terjatuh. Sebelum tampil, para pemain sisingaan harus berlatih keras. 

Selain gerakan tari dan pencak silat, para pemain harus menguasai keseimbangan dan melatih otot pundak. Bahkan para pemain sisingaan mengader anak laki-laki mereka untuk meneruskan profesi itu. Anak-anak berlatih memainkan sisingaan sejak dini.

Sejarah Sisingaan
Berdasarkan beberapa sumber referensi yang dihimpun, termasuk website kemendikbud.go.id, Sisingaan merupakan ekspresi perlawanan dan pemberontakan rakyat Subang terhadap penjajah Belanda dan Inggris. 

Berdasarkan catatan sejarah, kesenian Sisingaan pertama kali muncul pada 1840. Saat itu, kesenian Sisingaan dibawakan oleh para seniman dari Ciherang, berjarak sekitar 5 kilometer (km) dari kota, pusat pemerintahan Kabupaten Subang. 

Singa yang diarak para pemain Sisingaan merupakan simbol Belanda dan Inggris. Orang-orang kulit putih dari dua negara tersebut merupakan penjajah yang bergantian menggarap lahan perkebunan teh di Subang. Tuan tanah dari Belanda dan Inggris itu pula yang menindas rakyat Subang kala itu.

Boneka singa jadi simbol penjajah Belanda dan Inggris yang ditunggangi dan dikendalikan oleh anak kecil sebagai personifikasi rakyat Subang, bermakna ejekan dan pelecehan terhadap lambang kebanggaan bangsa kolonial itu. 

Singkat kata, simbol boneka singa yang diduduki anak kecil dapat ditafsirkan sebagai sikap antikolonialisme rakyat Subang. Karena berasal dari semangat rakyat, sampai sekarang, kesenian Sisingaan masih eksis di Kabupaten Subang. Bahkan, Sisingaan juga kerap ditampilkan di beberapa daerah lain di Jawa Barat.

Jika dulu Sisingaan, baik boneka singa maupun pemainnya, tampil sederhana, seadanya, kini lebih warna warni. Dulu, pemain Sisingaan hanya mengenakan baju dan celana pangsi dan ikat kepala, tidak seragam. Boneka singa yang diusung pun sangat sederhana.

Kini, para pemain Sisingaan tampil menarik dengan baju yang seragam dan berwarna warni. Bahkan untuk menarik perhatian para penonton, Penampilan Sisingaan disemarakkan oleh kehadiran perempuan penari dan pengawal yang membawa umbul-umbul bertuliskan nama grup yang tampil. 

Sedangkan untuk musik pengiring, semula hanya kendang, bedug, genjring, goong, kempul, kecrek, bonang, rebab, dan terompet, kini bergeser ke musik-musik populer. Seperti dangdut koplo dan tarling khas pantai utara (pantura). Bahkan, dangdut koplo dan tarling kini lebih dominan dibanding musik tradisional.

Di Kabupaten Subang, diperkirakan terdapat 200 grup Sisingaan. Untuk menjaga agar kesenian tradisional itu tetap eksis, Pemkab Subang rutin menggelar Festival Sisingaan Subang pada April setiap. Festival itu digelar bertepatan dengan Hari Jadi Kabupaten Subang. 

Saat event digelar, ribuan masyarakat akan memadati lokasi acara. Mereka antusias menyaksikan atraksi Sisingaan yang tampil di festival tersebut. Apalagi kini, pemain Sisingaan juga keram melakukan atraksi akrobatik dalam penampilan mereka.

Juara dari festival ini diberi peluang mengisi acara-acara resmi pemerintahan di tingkat regional, nasional, dan internasional. Karena Sisingaan memiliki daya tarik kuat, keseniaan tradisional ini menyebar ke beberapa daerah lain di Jawa Barat. Seperti, Depok, Sumedang, Kabupaten Bandung, Purwakarta, dan lain-lain.

Selain ekspresi perlawanan rakyat Subang terhadap penjajah, Sisingaan juga memiliki makna sosial. Masyarakat Subang percaya kesenian rakyat Sisingaan sangat memengaruhi sikap diri mereka. Seperti egalitarian, spontanitas, saling percaya, dan rasa memiliki.


Editor : Agus Warsudi

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network