BANDUNG, iNews.id - Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil meminta kepastian pemerintah atas proyek light rapid transit (LRT) yang direncanakan menjadi moda transportasi penghubung Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Sebab saat ini belum ada keputusan dari pemerintah pusat.
Pria disapa Kang Emil ini mengatakan, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) segera memutuskan moda transportasi penghubung antara Stasiun Tegalluar ke pusat Kota Bandung.
"Satu hal yang masih belum diputuskan secara jelas (dalam proyek kereta cepat Jakarta-Bandung) adalah penghubung dari stasiun terakhir di Tegalluar menuju Kota Bandung. Apakah LRT? harus segera diputuskan," kata Kang Emil dalam keterangan pers saat menjadi narasumber web seminar KCIC "Future Now Urbanities Lifestyle, Lebih Cepat Lebih Dekat" Kamis (15/10/2020).
Diketahui, proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung kini tengah dikebut. Rencananya, proyek strategis nasional (PSN) itu akan memiliki empat stasiun pemberhentian, yakni Stasiun Halim, Karawang, Walini, dan berakhir di Stasiun Tegalluar, Kabupaten Bandung.
"Saya lihat dari Kemenhub dan KCIC belum fix memutuskan," sambung Kang Emil.
Desakan tersebut disampaikan Kang Emil mengingat tak menghendaki moda transportasi penghubung Kereta Cepat Jakarta-Bandung itu terlambat dibangun. Apalagi, kata dia, realisasi proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung ditargetkan mencapai 70 persen pada akhir 2020 nanti.
Meski begitu, Kang Emil menegaskan, Pemprov Jabar akan mendukung keputusan pemilihan moda transportasi penghubung yang akan dibangun sepanjang memudahkan dan memberikan manfaat bagi masyarakat.
"Kami dukung keputusan pemilihan moda transportasinya dan kami doakan lancar. Apa pun itu (transportasi penghubungnya), waktu sudah mendesak dan saya mengajak mari segera putuskan pilihan yang paling rasional," katanya.
Menurut Kang Emil, pembangunan jalur Kereta Cepat Jakarta-Bandung sepanjang 142,3 kilometer turut mendukung lahirnya tiga pusat pertumbuhan ekonomi baru di Jabar, yakni Karawang, Walini, dan Tegalluar.
Ketiga wilayah tersebut menjadi objek Transit Oriented Development (TOD) lewat pengembangan tata ruang terintegrasi antara orang, kegiatan, bangunan, dan ruang publik dengan konektivitas yang mudah.
"Dengan kereta cepat, tiga pusat pertumbuhan baru akan lahir. Jadi, jalur transportasi ini jangan dilihat hanya dari mewadahi kebutuhan volume pergerakan mobilitas eksisting, tapi juga jadi alasan melahirkan gagasan kota baru," katanya.
Di masa depan, kata Kang Emil, tiga wilayah TOD tersebut bakal menjadi pilihan masyarakat sebagai tempat tinggal selain kawasan metropolitan Jabotabek dan Bandung Raya.
"Kalau ditanya berapa jauh Jakarta-Bandung? Jawaban konvensional biasanya 130 kilometer, tetapi di masa depan jawabannya adalah 36 menit. Jadi, waktu akan menjadi kata kunci baru dalam mempersepsikan sebuah jarak (di masa depan)," ucap dia.
Menanggapi permintaan Kang Emil, Direktur Prasarana Perkeretaapian Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kemenhub, Heru Wisnu Wibowo berharap keputusan soal moda transportasi penghubung Stasiun Tegalluar ke stasiun di pusat Kota Bandung dapat diperoleh bulan depan.
"Banyak alternatif, saya harap di bulan depan sudah diputuskan," ujar Heru.
Menurutnya, Kemenhub terus berkoordinasi dengan PT KCIC terkait penentuan lokasi yang paling efektif. Namun, Kemenhub memastikan pola pembangunan tersebut menggunakan sistem Business to Business (B2B), bukan kerja sama pemerintah dan badan usaha.
"Kita terus koordinasi dengan KCIC terkait dengan lokasi fasilitas integrasi yang paling efektif. Untuk fasilitas integrasinya ini, nanti akan disiapkan oleh investor bukan pemerintah karena kereta cepat ini investasi swasta," katanya.
Editor : Faieq Hidayat
Artikel Terkait