Pemerintah pusat mendorong daerah menghapus kebijakan BBN 2 dan pajak progresif untuk menggenjot PAD. (FOTO: AGUNG BAKTI SARASA)

BANDUNG, iNews.id - Pemerintah pusat mendorong daerah melaksanakan kebijakan penghapusan bea balik nama kendaraan bermotor (BBN 2) dan pajak progresif ke masyarakat. Penghapusan itu itu bertujuan untuk menggenjot pendapatan asli daerah (PAD).

Usulan itu mengemuka dalam Rapat Koordinasi (Rakor) pembinaan Samsat Tingkat Nasional di Trans Luxury Hotel, Kota Bandung, Senin (13/3/2023).

Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Agus Fatoni mengatakan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022, BBN 2 harus dihapuskan. 

Menurutnya, peraturan tersebut menerangkan bahwa kepala daerah memiliki kewenangan untuk menghapus, meringankan, maupun menghapus pajak apapun.

"Untuk pajak kendaraan bermotor, daerah segera memberlakukan (pembebasan) BBN 2 agar masyarakat betul-betul memberikan data yang akurat atau masyarakat yang mempunyai kendaraan bermotor segera membalikkan atas namanya sendiri," kata Agus.

Agus menjelaskan, penerapan kebijakan pembebasan BBN 2 bertujuan agar ke depannya lebih tertib administrasi dan meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) yang bersumber dari pajak kendaraan bermotor (PKB) serta bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB).

Apabila seluruh data sudah sama, lanjut Agus, maka wajib pajak akan membayar pajaknya ke wilayah masing-masing.

"Kapan pun mereka dimutasi, maka saat itu juga langsung dipindah atas namakan, namanya juga dipindahkan sekaligus karena tidak terbebani dengan biaya yang cukup besar atau berat," jelas Agus.

Terkait pajak progresif, Agus menerangkan bahwa kebijakan itu awalnya bertujuan untuk menekan jumlah kendaraan bermotor. Namun, pada faktanya, kebijakan tersebut tidak mampu menahan masyarakat untuk membeli kendaraan, khususnya yang memiliki kemampuan keuangan lebih.

"Agar lebih tertib lagi datanya, maka pajak progresif bisa dihapuskan sehingga kendaraan yang dimiliki itu betul-betul atas nama orang yang memiliki, bukan atas nama orang lain yang tidak terdaftar," ucapnya.

Menurut Agus, di lapangan banyak kendaraan yang tidak diatasnamakan pemiliknya. Lewat kebijakan pembebasan pajak progresif, diharapkan data pemilik kendaraan bisa lebih valid dan pendapatan pajak kendaraan meningkat.

"Kita tahu, kontribusi pajak kendaraan bermotor pada PAD mencapai 40 persen lebih, kalau pajaknya meningkat otomatis PAD di provinsi dan juga nanti akan berdampak ke kabupaten dan kota juga akan meningkat. Kalau pendapatan meningkat maka biaya pembangunan akan lebih besar lagi dan pelayanan publik bisa diperbaiki dan kesejahteraan juga akan semakin meningkat," paparnya. 

Sementara itu, Kakorlantas Polri, Irjen Pol Firman Shantyabudi menilai, tidak fair masyarakat yang menggunakan jalan di daerah tempat tinggalnya namun membayar pajak di tempat lain. Penghapusan BBN 2 dan pajak progresif juga dinilainya akan memudahkan masyarakat.

"Jadi masyarakat tidak perlu ragu. Negara berkepentingan terhadap data ranmor ini," kata Firman.

Firman juga mengungkapkan, fakta di lapangan, masih banyak data kendaraan bukan atas nama pemiliknya, melainkan orang lain. 

Hal ini diketahui saat yang bersangkutan masuk dalam kategori penerima subsidi bahan bakar lewat nomor induk kependudukan (NIK). Akan tetapi, setelah ditelusuri, yang bersangkutan memiliki banyak kendaraan dan kendaraannya atas nama orang lain.

"Kita ingin ujung pelayanan ini karena berada di Samsat kabupaten/kota dan provinsi mereka berpikir yang sama dengan visi ini. Kita berharap adanya masukan negara dari pajak yang diperoleh, tapi negara juga punya data yang valid," bebernya.

Firman juga menyebut, dengan membayar pajak kendaraan, otomatis masyarakat pun menerima perlindungan. Sebab, kendaraan yang legal sudah pasti terlindungi.

"Kita tidak berharap ada yang kecelakaan, tapi ketika ada yang celaka, nah langsung dapat datanya dan langsung kepada yang bersangkutan. Ini salah satu efek yang bisa dimanfaatkan oleh negara dengan adanya tertib data," katanya. 

Di tempat yang sama, Direktur Utama PT Jasa Raharja, Rivan Achmad Purwantono mengatakan, pihaknya kerap memiliki kesulitan ketika kendaraan dari luar daerah mengalami kecelakaan di wilayah tertentu. Akhirnya, kata Rivan, muncul gagasan untuk pembebasan BBN 2.

"Dengan BBN 2 dibebaskan ini menjadi baik, sehingga pada saat kita identifikasi sangat mudah ketika terjadi kecelakaan," kata Rivan.

Diketahui, Rakor Pembinaan Samsat Tingkat Nasional ini dihadiri Direktorat Lalu Lintas, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) provinsi seluruh Indonesia, dan Kepala Cabang Jasa Raharja.


Editor : Agus Warsudi

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network