Pejuang Ateng Sarton diabadikan menjadi sebuah nama jalan di sekitar Situ Buleud, Kelurahan Nagri Kidul, Purwakarta. (Foto: Istimewa)

PURWAKARTA, iNews.id - Sebagian besar warga Purwakarta hanya mengenal Ateng Sarton sebagai nama sebuah jalan di sekitar Situ Buleud, Kelurahan Nagri Kidul. Padahal, Ateng Sarton merupakan pemuda pejuang yang ikut mengorbankan jiwa raganya untuk kemerdekaan Indonesia di era 1942-1947 atau bertepatan dengan Agresi Militer Belanda 1 dan 2.

Bahkan, saat usianya yang masih belia atau di bawah 30 tahun, sepak terjangnya sudah cukup merepotkan Belanda dengan perlawanan gerilya selama perang kemerdekaan. 

Tidak banyak literatur dari sosok yang sempat disegani di masanya itu, yakni ketika penjajah Belanda masih bercokol di republik ini.

Beberapa informasi yang dihimpun menyebutkan, Ateng Sarton bukanlah tentara, Kala itu Ateng Sarton berjuang membela Tanah Air dengan membuat serangkaian perlawanan di wilayah Purwakarta sebelah selatan dari mulai Kecamatan Jatiluhur, Sukatani, Plered dan Tegalwaru hingga ke daerah Panglejar, saat ini masuk ke Kecamatan Cikalongwetan, Kabupaten Bandung Barat.

Sejarawan Purwakarta, Ahmad Said Widodo, mengaku minim data untuk menelusuri sepak terjang pemuda pejuang itu. Wajar generasi saat ini banyak yang tidak mengenal Ateng Sarton kecuali nama sebuah jalan di Kelurahan Nagri Kidul. 

Berdasarkan keterangan yang didapatnya dari kerabat Ateng Sarton, yakni Ibu Fatimah. Ketika masih hidup Ibu Fatimah sempat menuturkan, akibat perlawanannya, pemerintah Kolonial Belanda sempat mencapai pada puncak kekesesalannya. Bagaimana tidak, perlawanan Ateng Sarton membuat Belanda selalu kerepotan sehingga harus menyebar mata-mata untuk mengintai dan menelusuri keberadaanya. 

Pada suatu ketika, penjajah berhasil menemukan Ateng di rumahnya di sekitar daerah Kaum Purwakarta. Saat itu, dia sedang demam dan tak berdaya di rumah. Informasi itu tak disia-siakan tentara Belanda, mereka langsung menyergapnya di daerah Kaum. 

“Pada saat itu, beliau (Ateng Sarton)dibawa ke Sungai Cimunjul yang lokasinya di sebelah selatan Pertigaan Suryo. Di situ Ateng Sarton di suruh berdiri di atas batu, kemudian sekelompok regu tembak memberondongnya dengan senapan,” kata Said, Rabu (10/11/2021).

Ateng Sarton pun meninggal di tempat itu setelah meneriakan takbir dan pekikan merdeka sebanyak tiga kali. Begitu tubuhnya roboh dan gugur, anggota regu tembak itu pun kemudian meninggalkan Ateng Sarton yang sudah tak bernyawa telungkup pada bebatuan di Sungai Cimunjul.

Kisah heroik Ateng Sarton pun seolah lenyap seusai eksekusi tersebut. Bahkan, sejak saat itu tidak diketahui keberadaan jasadnya, seperti ditelan bumi. Tak heran sampai saat ini makamnya pun belum ditemukan.

“Bisa saja jasadnya ada yang membawa dan diurus warga sekitar atau mungkin juga hanyut terbawa arus sungai. Sebab sampai sekarang tidak diketahui kuburannya di mana,” ujar Widodo. 

Harapan dia di Hari Pahlawan ini, harus ada upaya serius dari Pemkab Purwakarta untuk menelusuri dan membuat penelitian sejarah. Sebab, banyak pejuang-pejuang dia masa kemerdekaan dari Purwakarta yang hingga hari ini tidak diketahui atau dikenal. Pengetahuan akan pahlawan juga diharapkan menjadi motivasi kuat bagi generasi muda dalam mengisi kemerdekaan ini.


Editor : Asep Supiandi

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network